musafir fakir di buayan fikir

Di kitab tua panduan pelayaran, termaktub pesan; "Lemak-Manis itu ilmu, Pahit-maung itu rindu..." (Dikutip dari sajak: Perahu Rindu, Ahmad David Kholilurrahman)

Monday, April 19, 2010

Jalan dengan Merintangi Kaki*

Pengantar: Saya menerai belajar menerjemahkan Puisi Adonis; Thariq bi- Hajm al-Qadm. Tentu, saya sendiri merasa tak puas atas terjemahan ini.


Jalan dengan Merintangi Kaki*

Adonis**

1
Seorang Arab beriman mengatakan kepercayaannya;
Sebaik-baik kamu, hendaklah merubah kepalamu
daripada merubah pendapatmu

2
Aku sangat tahu, dengan salahku kepada Penenung-penujum
Apakah aku akan diampuni?
Tak takut kutunggu.

3
Rakyat?
"Ruh" tertidur di rimba-raya jasad-jasad yang tak tidur

4
Begitu lah lelaki adalah pemimpin, tiga perkara;
1. Malam, sendirian di pembaringan
2. Siang dengan bantal yang tak terkira
3. Keterjagaan pengembara

5
Ketahui lah yang membingungkanmu itu politik?
Langkah pertama serangan
kemudian, kejutan
Yang tak dapat berlalu, kecuali mundur ke belakang

6
Begitu lah Lelaki, lulusan politik, menggesernya
Mampu menggubah sejarah dengan menghancurkan
semesta, berkuasa menemukan jalan dengan merintangi kaki

7
Kebudayaan, dalam pandangan politik Arab
Permasalahan antologi, disini
'Ukkaziyah disisi lainnya

8
Disisi kami, Sejarah kami Arab, kekerasan
dengan tiga penaklukan;
Ketiga kepalsuan,
agar supaya mengawasi dua penaklukan alami

9
Kehidupan modern, seorang Arab?
Merenovasi rumah yang hancur
dengan membangun kehidupan kuno

10
Kebanyakan dari Lelaki-lelaki kami,
kebanyakan prestasi, selain habis-habisan
mencatat kebodohan bangkai

11
Penyair ini menjadi tua karena satu hal;
Tak mengerjakan apa pun kecuali penderitaan ketuaanya

12
Roti sehari-hari bagi orang Arab adalah tak kehilangan syair
dan anehnya, selalu berawal hari tanpa roti
Ini tidak dapat dinafikan, bahwasanya
penyair-penyair Arab, hari ini, jumlahnya
lebih banyak dari pembaca syair;
Adakah ini kemudaan, atau ketuaan?

13
Matahari di Beirut, dan saudara-saudaranya Arab,
bisu abadi, selain cahayanya yang tak
berjeda terserak hingga keteduhan

14
Kemukakan pertanyaan kemarin pada dukaku,
yang tak pernah kujawab.
Kemukakan pertanyaan itu pada sukacitaku,
niscaya tak berjeda dari jawaban, hingga kini.
Apa yang menjadikan sukacita terserak hingga
sederajat ini?

15
Tidurlah sahabatku
Maka dinamakan dengan menuangkan senyumannya.
Bangun lah,
Maka dinamakan air dengan menuang senyuman

16
Karena kesedihan rumah tak berpenghuni;
jirannya di belakang, mana arahnya.

17
Yang Terhormat dan Yang Ternista dua bersaudara;
Satu bapak
dan dua istri.

18
O' langit ini
Pepohonan tampak menjulang dalam rimba-raya kekerasan

19
Adalah pemilikku, disana menempuh jalan lain
Yang tak sanggup kembali, dalam laluannya,
yang menengok kebenaran kecuali dengan
membersihkan kesalahan
Demikian tak sanggup kembali, kecuali dengan
menengok dirinya

20
O' Perindu,
Kenapa tak menyempurnakan selepas pandanganmu
kekisutan bantal
yang bergalang bantal kekasihmu?

*Daftaru Afkar, Majalah Dubai Ats-Tsaqafah, edisi 59, April 2010, Judul aselinya: Thariqun Bi-Hajm al-Qaddam.

**Penyair Arab Kontemporer, dari Suriah. Nama Aselinya; Ali Ahmed Said (1930-). Bermukim di Lebanon. Namanya beberapa kali masuk nominasi kandidat peraih Nobel Sastra.(Ket)

(Terjemahan: Ahmad David Kholilurrahman)

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home