musafir fakir di buayan fikir

Di kitab tua panduan pelayaran, termaktub pesan; "Lemak-Manis itu ilmu, Pahit-maung itu rindu..." (Dikutip dari sajak: Perahu Rindu, Ahmad David Kholilurrahman)

Monday, December 29, 2008


Sajak: Sesudu Murung, Sepinggan Menung

I/
Mungkin, Majnun-Layla

Hikayat musafir fakir mengalir ke titik nadir;
Seperti luka yang tertusuk jatuh,

disiram asin garam,

Cuka cuaca,

Tetes limau.

Sahut orang ramai;
Lelaki itu perindu ulung,

Pun pemurung sulung.

Tapi, ada pula yang bilang,

Senyap tanpa berkata;

Dia majnun yang mencari Layla!

Sini, kubisikkan padamu seorang;
Dia memang terasing jauh,

Sejak laut menolak berlabuh,

Gelombang menghalau sauh,

Bintang jauh meredup rapuh.

II/
Kota Tua,

Pagi tadi dia menelusuri kota tua,
Pekat sejarah menyeduh aroma sastra.

Diantara laluan Korba-Kobba;

Deretan gedung-gedung tua,

Bercat kuning tembaga,

Tingkap usang,

Perabungan mengelupas.

Seperti retak musim cemas.

Mungkin, gugur pula kenangan orang Belgia,
Baron Van Imban, pun lepas-luncas sketsa arsitektural.

Membina al-Madinet as-Shams dipelupuk Cairo,

Dibaris awal tahun, seabad lampau.

III/
Plasa Sunyi,

Lalu-lalang menjelang ramai,
Menyemut mulut kedai pakaian,

Kios mainan kanak ditawar sepanjang jalan;

Boneka, balon, busa sabun dan kembang gula.

Harum roti terkapang meresuk udara.

Disini, tak pernah hidup tradisi khas kota seni;
Pelukis dan pemusik jalanan,

Menyaput kuas dan palet kanvas,

Merengek biola dan klarinet mengeras.

Tak tampak sekawanan burung dara,

Singgah memburu remah-remah roti diplasa kota.

IV/
Kedai Kopi,

Lalu perindu ulung singgah dikedai kopi,
Memilih duduk dipojok barat,

Menghadap ke arah jalanan.

Bersandar dikursi kayu separuh lingkar,

Taruh bekal merehat penat.

Memesan secangkir Ahwa Araby;
Kepul hangat hidangan qahwaji,

memenuhi ruangan bercampur aroma shisa

Pelan-pelan mengaduk lembut,

Sesudu murung, sepinggan menung!

Heliopolis, Cairo, 31 Oktober 2007

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home