musafir fakir di buayan fikir

Di kitab tua panduan pelayaran, termaktub pesan; "Lemak-Manis itu ilmu, Pahit-maung itu rindu..." (Dikutip dari sajak: Perahu Rindu, Ahmad David Kholilurrahman)

Tuesday, January 27, 2009

Dua Delapan Januari



Dua Delapan Januari

Dua delapan januari bertandang lagi. Ketika musim dingin (Fashl Syita') mengurung hebat negeri seribu menara. Kenapa aku seringkali terlupa, ketika pagi di matahari terbit dikaki langit timur?

Adakah seperti ritus tahunan yang terlempar dari ambal benak ingatan. Seruas hari yang mengingatku pada Milad, ulang tahun kelahiran yang tak pernah dirayakan. Kecuali sekali seumur hidup dilaman masa kanak-kanak dulu. Pun, kerapkali aku ingat, setelah bilangan almanak januari berjatuhan.

Tak sebait pun sajak merekamnya. Padahal aku menulis hampir beratus-ratus bait sajak mempercakap tentang tualang, rantau, ilmu, rindu, cinta hatta sekalian Layla ikut terbabit. Juga perihal sekawanan khalayak yang kutemui dirantau pengasingan mengulur timba perigi persahabatan. Tiap kali mereka menyilah bercangkir-cangkir air, aku tak kehabisan haus dahaga terakhir.

Adakah aku menjadi begitu pelupa pada hari paling bersejarah dalam hidupku?

Ketahuilah, tak lah separah itu dugaan orang. Aku ingat selalu dua delapan januari pada fajar pertama delapan puluhan. Semuanya terekam kuat dalam ingatan yang tak satu rejim pun sanggup membelenggunya. Apatah tak seorang gadis negeri mana pun boleh merebut dan merobek syahadah Miladku.

Atau kerapkali waktu melintas serupa gugur salju mementas dipucuk pokok kayu penghujung januari?

Ketika langit terlukis muram. Bercak badai menempel pekat. Angin memukul-mukul keras tingkap. Sehelai sajak melapah diam. Tanpa banyak tegur-sapa, menyisir anak rambut rapi. Tatap sebingkai cermin besar. Terkembang senyum yang paling ranum. Terpasang pada sesimpul buhul rindu yang dikebatnya entah sejak kapan?

Alangkah tumpulnya lidahku untuk melebus kata demi setakat menulis tentang dua delapan januari awal fajar delapan puluhan. Aduh, kebisuan menularkan nyanyi paling sunyi. Kebekuan menumpuk sepanjang tualang paling petang.

Jangan tanya daku perihal lazimnya tata-tertib perayaan ulang tahun; Kue tart, lilin, koor paduan ulang-tahun, denting gelas-pinggan juga derai-tawa khalayak. Jawaban yang diterima bakal mengerut kening. Jadi, kuharap nikmati lah apa adanya. Disini, hampir tak pernah ada perjamuan tahunan dalam satu hari dalam hitungan tiga ratus enam puluh hari hari.

Kalau sekiranya ada yang tak diam, silah tanya pada sajak. Paham?

Cairo, 28 Januari 2009

0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home