Sajak: Buya Hamka
Sajak: Buya Hamka
Ahmad David Kholilurrrahman
Jeddah-Mekkah,
"Malik, pulang lah ke Tanah Air?"
Bisik si Lelaki Tua Bijak hangat
Sehangat airmatanya,
Yang neteskan hikmah,
Yang netaskan ibrah
Lalu, Bujang Jauh
Pergi berkayuh, datang berlabuh,
Setelah terkatung-katung, belasan hari
Diayun perut gelombang, dilamun laut samudera Hindia
Hingga Laut Merah yang menanam sejarah
Pada mulanya, mungkin adalah rajuk,
Yang menunggu bujuk, menyuruk suluk
Di Bawah Lindungan Ka'bah
Pada mulanya, mungkin adalah peluk,
Yang menunggu takluk, menyucuk sejuk
Di Belaian hangat Bunda?
Qel'ah Tua Jabbal Hindi,
Serupa bangku meja,
Yang menera Mekkah, tumpah-ruah talbiyah,
Menadah ibadah tertuju rindu Rabb al-Ka'bah
Kelepak elang gurun,
Menggelar susun jakun,
Yang membantun santun, menuntun ubun
Jatuh mengembun sepasang alis,
Mengalir sungai, mengiris tangis Jabbal Qubbais,
yang sampai selepai lebai, terkulai sansai?
Pecah kaki, menarat darat Gurun
Antara Jeddah-Mekkah,
Menajam rindu, menanam cemburu
Kepada Muara Maha Perindu
Yang Ahad, Ahad, Ahad
Bujang Jauh, dua puluh empat jam
gantungkan jiwa
Memutar thawaf, melikat belikat Ka'bah
Serahkan jiwa, pasrahkan jiwa, rumahkan jiwa
Sehelai kain ihram, yang seputih uban, seputih kafan
Membalut tubuh, yang tak ada Malik, tak ada Muluk
Jatuh jadi hamba sahaya segala sahaya
Duduk bermenung, diatap rumah Sutuh
Segantang bintang melekang, setandang hilang membilang;
"Pulang lah, Malik, Tanah Air menunggumu?"
Azzam berderam, mengaji kitab
Sedelau kandil Masyayeikh Bilad al-Haramain?
Maninjau,
Jiwanya adalah permenungan sunyi Merapi dan Singgalang,
Memurung pujangga, yang selidah lisan, mengasah tajam mata pena
Yang menurun lembah, sehijau air muka Maninjau
Khatib-ul Ummah,
Adalah himpunan karangan perdana
Tunjukkan bakat, telunjukkan niat
Menambat perahu, dendang saluang, hikayat tambo,
Yang bermalam-malam hapalkan pepatah-petitih
Merintih perih, meringkih didih, menyulih sedih
Inyiak Rasul, adalah tiang teras
Yang tertempa cerdas,
pertembungan kaum adat dan paderi
Sebentang tafsir, Adat Bersandi Syara', Syara Bersandi Kitabullah
Murid kesayangan Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi,
Alim-ulama Mekkah menaruh hormat pada gurunya,
Walau jauh jadi tali sauh, menambat berlabuh
Puluhan kapal-kapal pembaharu
Sesegar jum'at, kedua anak-beranak,
Berjalan seiringan, Abuya sampirkan syal
Kepada Bujang Jauh yang pulang dari rantau Mekkah
Sepanjang jalan menuju surau kami yang belum roboh
Simaklah, Kenang-kenangan Hidup, Ayahku
Goreskan bahasa, oleskan kata yang hidupkan
Bahasa Melayu, bahasa Ibuku
Dakwah jua yang mengembara,
Mengasah tajam mata pena,
Yang bernas jadi emas,
Bersimbah keringat zaman
Yang tak tunduk kepala Abuya kepada Jepang
Mengaku saudara tua Asia Raya
Serasa samurai membelah, sangkur menghunus usus
Tiang pancang iman, menawar takut jadi gagah
Mati terhormat berperisai akidah,
Lebih mulia memindai maut,
Yang hanya sujud kepada Maha Maujud
Jakarta,
Sejak bujang bertualang tanah Jawa,
Bertemu Haji Oemar Said, Haji Agus Salim, AR. Sutan Mansjur
Berkawan Bung Karno, M. Hatta, Sjahrir dan M. Natsir
Ke penjara, yang menghantar khalwat,
Menuang dawat, tafsir Al-Azhar adalah tamasya
Alim besar mengarung samudera ilmu Allah
Yang setetes merembes, yang pokok-pokok kayu
Tak cukup pena untuk menuangkan rindu
Bertemu wajah-Nya?
Kediamannya adalah rumah hangat,
Tempat nasehat bersahabat,
Jadi perigi bertumpang-tanya,
ketika haus dahaga mendera umat
bak tongkat berpegangan larat
Karam dunia, kelam akhirat?
Tengok lah, sikap qana'ahnya
Pada dunia yang fana
Jabatan bukan lah segala-galanya,
Biar lah langit runtuh, namun kebenaran pantang dilumpuh?
Cairo, 16 Februari 2010
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home