musafir fakir di buayan fikir

Di kitab tua panduan pelayaran, termaktub pesan; "Lemak-Manis itu ilmu, Pahit-maung itu rindu..." (Dikutip dari sajak: Perahu Rindu, Ahmad David Kholilurrahman)

Wednesday, June 23, 2010

Puisi: Kesunyian untuk Gaza*: Mahmoud Darwish**

Pengantar:

Puisi Panjang berjudul: Kesunyian untuk Gaza ("Shamtu min Ajli al-Ghazzah") adalah karya penyair Palestina terkemuka, Mahmoud Darwish. Salah-satu penyair Arab Palestina yang saya sukai. Saya menyadari terjemahan ini jauh dari sempurna, karena saya masih belajar. Namun, jika Tuan dan Puan merujuk langsung ke dalam ‘baju aselinya’ puisi ini dalam bahasa Arab, boleh dicicipi citarasanya. Walau, saya akui puisi ini, tak sesedap buah karya Mahmoud Darwish yang lain dalam kumpulan puisi-puisinya yang lain.

Puisi: Kesunyian untuk Gaza*

Mahmoud Darwish**

Kerugiannya dengan ranjau....dan ledakan..bukan kematian..bukan bunuh diri
Inilah cara dalam Deklarasi kehidupan layak Gaza

Sejak empat tahun lampau, daging Gaza pecahan peluru meriam terbang
Ini bukan sihir, bukan pulak keajaiban, ini senjata Gaza mempertahankan kelangsungan hidup dan menguras musuh

Empat tahun lampau, dan musuh ceria dengan mimpinya...tertarik waktu berpacaran..Namun, di Gaza

Karena Gaza jauh dari kerabatnya dan erat musuh...Karena Gaza pulau tatkala meledak dia tak cukup dengan ledakan yang menggentarkan musuh dan menghancurkan mimpinya dan ditolak kepuasan waktu

Karena waktu di Gaza sesuatu yang lain...Karena waktu di Gaza bukan elemen netral bahwa tak membayar orang untuk refleksi dingin.
Tapi mendorong mereka ke ledakan dan kecelakaan kebenaran.

Waktu disana tak merenggut anak dari kanak-kanaknya, dan orang-orang tua dari ketuaannya tapi menjadikan mereka lelaki pada awal pertemuannya dengan musuh....Tidak ada waktu di Gaza, tapi santai amukan badai petang..Karena nilai di Gaza berbeda...berbeda..berbeda..nilai kemanusiaan satu-satunya terjajah sepanjang masa perlawanan terhadap penjajah itulah perseteruan satu-satunya disana.

Dan Gaza kecanduan ilmu pengetahuan dari nilai luhur yang keras...tak dipelajarinya dari buku-buku, bukan dari kegiatan pengajaran terburu-buru, bukan dari terompet melengking suara tinggi, bukan dari nyanyian. Telah mempelajarinya dari praktek satu-satunya dengan perbuatan yang tidak hanya untuk iklan dan gambar.

Sesungguhnya Gaza tak pamerkan senjatanya dan revolusionalismenya dan anggaran bahwa Ia menawarkan daging, selanjutnya bertindak sendiri dan menuangkan darah. Dan Gaza tidak menguasai retorika..tidak tenggorokan Gaza. Pori-pori kulit berbicara darah, keringat dan kebakaran.

Dari sini membenci musuh hingga pembunuhan. Dan bahkan dibakar ketakutan. Dan berusaha untuk pembuangan di laut atau di padang pasir atau dalam darah. Dari sini mencintai kerabat dan teman-teman, lembut sampai dengan kecemburuan dan ketakutan, kadang-kadang
Karena Gaza dalah pelajaran brutal dan model Timur bagi musuh-musuh dan teman-teman sama saja.

Gaza bukanlah kota paling cantik..
Dan pantainya, bukanlah pantai paling biru diantara pantai kota-kota Arab.
Dan limaunya, bukanlah limau paling molek di cekungan Mediterania
Gaza bukan kota terkaya

Dan bukan kelas kota dan kota terbesar. Tapi lebih dengan sejarah bangsa. Mereka bahkan lebih buruk dimata musuh. Yang paling miskin, paling putus asa dan ganas. Mereka membayar upeti kepada kemampuan untuk mengganggu suasana hati musuh dan kenyamanan.

Karena mimpi buruk. Karena mereka terjebak limau beranjau. Anak-anak tanpa kanak, dan orang-orang tua tanpa penuaan. Dan perempuan tanpa keinginan. Untuk itu juga mereka, kecantikan kita, kebersihan kita, dan menyelamatkan kita dan kebanyakan kita layak cinta. Dan kezalimannya, ketika kita mencari keindahan puisi dan tidak dimutilasi kecantikan Gaza. Hal terbaik dari itu adalah bebas dari rambut.

Pada waktu itu mencoba untuk menang dari musuh dengan puisi. Maka kita percaya diri kita sendiri dan kita sangat gembira ketika kita musuh meninggalkan kita bernyanyi daun. Dan kita biarkan dia menang dan kemudian kering puisi tentang bibir kita. Kita melihat musuh telah menyelesaikan pembangunan kota-kota, benteng-benteng dan jalan-jalan.

Dan tidak adil ke Gaza kapan kita harus mengubahnya menjadi legenda, karena kita membenci ketika kita menemukan bahwa mereka tidak lebih dari sebuah kota kecil menolak miskin.

Dan ketika kita bertanya; Apa lagi yang menjadikannya legenda?

Kami akan menghancurkan segala cermin kaca dan kita menangis dengan martabat, atau kita menolak untuk merevolusi diri kita sendiri.

Dan tidak adil untuk telanjang jika kemuliaannya sebagai terpikat dengan membawa kita ke akhir penantian. Gaza tidak datang kepada kami. Gaza tidak membebaskan kami. Di Gaza tak ada kuda, pesawat, tongkat sulap dan tak juga kantor di ibukota.

Gaza membebaskan diri dari perangai kita dan bahasa kita. Dari dari pertempuran kita pada waktu yang sama. Dan ketika kita berjumpa mimpi itu sendiri terkadang kita takkan pernah tahu, lahir di Gaza karena api dan kita lahir untuk menunggu dan menangis di rumah.

Memang benar bahwa keadaan khusus Gaza dan tradisi revolusioner, tetapi terutama dirinya sendiri, bukanlah suatu misteri: Perlawanan rakyatnya koheren dengan apa yang Anda inginkan (Anda ingin menendang musuh dari pakaiannya).

Dan hubungan perlawanan oleh massa adalah hubungan tulang kulit. Bukan hubungan guru dan murid.

Ternyata tidak beralih perlawanan di Gaza menjadi profesi, tidak akan beralih menjadi gerakan perlawanan di Gaza untuk sebuah lembaga.
Apakah tidak menerima pengawasan melekat pada satu tanda tangan dari penentuan atau sidik jari. Dan tidak banyak peduli untuk
mengetahui namanya, gambarnya dan kefasihannya tidak mempercayai artikel informasi. Tidak mempersiapkan diri untuk kamera, tidak menaruh pasta gigi senyum di wajahnya.

Tidak ada yang Anda inginkan...kami juga tidak ingin

Berikut dari Gaza adalah kerugian bagi calo perdagangan harta disini adalah secara moral dan etika tidak bisa semua orang Arab.

Dan keindahan suara kami Gaza yang tidak sebesar apa pun diisi. Tidak ada yang berjalan cengkeraman di wajah musuh. Susunan pemerintahan di Negara Palestina yang tumbuh disisi timur Bulan. Atau sisi barat Mars ketika ditemukan. Ini adalah maksud atas penolakan..kelaparan dan penolakan, kehausan dan penolakan, tunawisma dan penolakan, penyiksaan dan penolakan, blokade dan penolakan, kematian dan penolakan.

Bisa memenangkan musuh di Gaza (Dan bisa memenangkan laut mengamuk di pulau itu akan memotong semua pepohonan)

Mungkin patah tulang

Tank dapat tumbuh di perut anak-anak dan perempuan telah melemparkan laut atau pasir atau darah, tapi

Bukankah mengulangi kebohongan dan tidak akan berkata kepada para penyerang: Iya

Dan akan terus di ledakan

Apakah baik maut, maupun yang bunuh diri, tetapi sebuah metode dalam deklarasi nilai kehidupan manfaat Gaza....

Dan akan terus di ledakan

Apakah baik maut, maupun yang bunuh diri, tetapi sebuah metode dalam deklarasi nilai kehidupan manfaat Gaza....

*Puisi Mahmoud Darwish ini diterjemahkan dari edisi bahasa Arab: "Shamtu min Ajli al-Ghazzah": AlJazeera.net. Senin 8 bulan 1 tahun 1430 H/5 Januari 2009.
http://www.aljazeera.net/news/archive/archive?ArchiveId=1165818

**Mahmoud Darwish, dari buku (Hayratu al-'Aaid). Penyair dan penulis terkemuka Palestina, Lahir di Al-Birwa, Akka (Galilee) (13 Maret 1941-9 Agustus 2008). Berkali-kali dijebloskan dalam jeruji penjara Israel, lantaran Syair-syair perlawanan dan perjuangan membela hak bangsa Palestina.

***Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman


صمت من أجل غزة" لمحمود درويش”

خاصرتها بالألغام.. وتنفجر.. لا هو موت.. ولا هو انتحار
إنه أسلوب غـزة في إعلان جدارتها بالحياة
منذ أربع سنوات ولحم غـزة يتطاير شظايا قذائف
لا هو سحر ولا هو أعجوبة، إنه سلاح غـزة في الدفاع عن بقائها وفي استنزاف العدو
ومنذ أربع سنوات والعدو مبتهج بأحلامه.. مفتون بمغازلة الزمن.. إلا في غـزة
لأن غـزة بعيدة عن أقاربها ولصيقة بالأعداء.. لأن غـزة جزيرة كلما انفجرت وهي لا تكف عن الانفجار خدشت وجه العدو وكسرت أحلامه وصدته عن الرضا بالزمن.
لأن الزمن في غـزة شيء آخر.. لأن الزمن في غـزة ليس عنصرا محايدا إنه لا يدفع الناس إلى برودة التأمل. ولكنه يدفعهم إلى الانفجار والارتطام بالحقيقة. الزمن هناك لا يأخذ الأطفال من الطفولة إلى الشيخوخة ولكنه يجعلهم رجالا في أول لقاء مع العدو.. ليس الزمن في غـزة استرخاء ولكنه اقتحام الظهيرة المشتعلة.. لأن القيم في غـزة تختلف.. تختلف.. تختلف.. القيمة الوحيدة للإنسان المحتل هي مدى مقاومته للاحتلال هذه هي المنافسة الوحيدة هناك.
وغـزة أدمنت معرفة هذه القيمة النبيلة القاسية.. لم تتعلمها من الكتب ولا من الدورات الدراسية العاجلة ولا من أبواق الدعاية العالية الصوت ولا من الأناشيد. لقد تعلمتها بالتجربة وحدها وبالعمل الذي لا يكون إلا من أجل الإعلان والصورة.
إن غـزة لا تباهي بأسلحتها وثوريتها وميزانيتها إنها تقدم لحمها المر وتتصرف بإرادتها وتسكب دمها. وغزة لا تتقن الخطابة.. ليس لغزة حنجرة.. مسام جلدها هي التي تتكلم عرقا ودما وحرائق.
من هنا يكرهها العدو حتى القتل. ويخافها حتى الجريمة. ويسعى إلى إغراقها في البحر أو في الصحراء أو في الدم. من هنا يحبها أقاربها وأصدقاؤها على استحياء يصل إلى الغيرة والخوف أحيانا. لأن غزة هي الدرس الوحشي والنموذج المشرق للأعداء والأصدقاء على السواء.
ليست غزة أجمل المدن..
ليس شاطئها أشد زرقة من شؤاطئ المدن العربية
وليس برتقالها أجمل برتقال على حوض البحر الأبيض.
وليست غزة أغنى المدن..
وليست أرقى المدن وليست أكبر المدن. ولكنها تعادل تاريخ أمة. لأنها أشد قبحا في عيون الأعداء، وفقرا وبؤسا وشراسة. لأنها أشدنا قدرة على تعكير مزاج العدو وراحته، لأنها كابوسه، لأنها برتقال ملغوم، وأطفال بلا طفولة وشيوخ بلا شيخوخة، ونساء بلا رغبات، لأنها كذلك فهي أجملنا وأصفانا وأغنانا وأكثرنا جدارة بالحب.
نظلمها حين نبحث عن أشعارها فلا نشوهن جمال غزة، أجمل ما فيها أنها خالية من الشعر، في وقت حاولنا أن ننتصر فيه على العدو بالقصائد فصدقنا أنفسنا وابتهجنا حين رأينا العدو يتركنا نغني.. وتركناه ينتصر ثم جفننا القصائد عن شفاهنا، فرأينا العدو وقد أتم بناء المدن والحصون والشوارع.
ونظلم غزة حين نحولها إلى أسطورة لأننا سنكرهها حين نكتشف أنها ليست أكثر من مدينة فقيرة صغيرة تقاوم
وحين نتساءل: ما الذي جعلها أسطورة؟
سنحطم كل مرايانا ونبكي لو كانت فينا كرامة أو نلعنها لو رفضنا أن نثور على أنفسنا
ونظلم غزة لو مجدناها لأن الافتتان بها سيأخذنا إلى حد الانتظار، وغزة لا تجيء إلينا، غزة لا تحررنا، ليست لغزة خيول ولا طائرات ولا عصي سحرية ولا مكاتب في العواصم، إن غزة تحرر نفسها من صفاتنا ولغتنا ومن غزاتها في وقت واحد وحين نلتقي بها ذات حلم ربما لن تعرفنا، لأن غزة من مواليد النار ونحن من مواليد الانتظار والبكاء على الديار.
صحيح أن لغزة ظروفا خاصة وتقاليد ثورية خاصة ولكن سرها ليس لغزا: مقاومتها شعبية متلاحمة تعرف ماذا تريد (تريد طرد العدو من ثيابها)
وعلاقة المقاومة فيها بالجماهير هي علاقة الجلد بالعظم. وليست علاقة المدرس بالطلبة.
لم تتحول المقاومة في غزة إلى وظيفة ولم تتحول المقاومة في غزة إلى مؤسسة. لم تقبل وصاية أحد ولم تعلق مصيرها على توقيع أحد أو بصمة أحد. ولا يهمها كثيرا أن نعرف اسمها وصورتها وفصاحتها لم تصدق أنها مادة إعلامية، لم تتأهب لعدسات التصوير ولم تضع معجون الابتسام على وجهها.
لا هي تريد.. ولا نحن نريد.
من هنا تكون غزة تجارة خاسرة للسماسرة ومن هنا تكون كنزا معنوياً وأخلاقيا لا يقدر لكل العرب.
ومن جمال غزة أن أصواتنا لا تصل إليها لا شيء يشغلها، لا شيء يدير قبضتها عن وجه العدو، لأشكال الحكم في الدولة الفلسطينية التي سننشئها على الجانب الشرقي من القمر، أو على الجانب الغربي من المريخ حين يتم اكتشافه، إنها منكبة على الرفض.. الجوع والرفض والعطش والرفض والتشرد والرفض والتعذيب والرفض والحصار والرفض والموت والرفض.
قد ينتصر الأعداء على غزة (وقد ينتصر البحر الهائج على جزيرة قد يقطعون كل أشجارها)
قد يكسرون عظامها
قد يزرعون الدبابات في أحشاء أطفالها ونسائها وقد يرمونها في البحر أوالرمل أو الدم ولكنها
لن تكرر الأكاذيب ولن تقول للغزاة: نعم
وستستمر في الانفجار
لا هو موت ولا هو انتحار ولكنه أسلوب غزة في إعلان جدارتها بالحياة..
وستستمر في الانفجار
لا هو موت ولا هو انتحار ولكنه أسلوب غزة في إعلان جدارتها بالحياة.

المصدر: الجزيرة

Tuesday, June 22, 2010

Sajak: Teringat Abdullah bin Ummi Maktum

Sajak: Teringat Abdullah bin Ummi Maktum

Ahmad David Kholilurrahman

Selembar subuh musim panas
menyampir pundakku
Bahang matahari Afrika
atau sejuk oase kurindu,
Menyeduh embun bulan Rajab

Aku nak katakan,
seperti yang sering kujawab;
Kepada para pemburu kuasa,

Tolong jangan ketuk pintu bilikku,
Karena tak punya gubuk
Aku musafir fakir, papa kedana
tak memiliki suara,
tak memiliki kursi,
Pun Istana dan mahkota

Subuh ini,
Angin kering sahara
Membuka lembar tafsir
Asbabun nuzul Surah 'Abasa;
"Jangan bermuka-muka masam,
kepada Abdullah bin Ummi Maktum!".

Seraya menegak layar harap pada pemuka bangsawan Quraisy
Yang airmuka mereka lebih berbayang perigi gengsi
Berduyun-duyun pengikutnya masuk ke Rumah-Mu

Lalu, Allah menegur kekasih-Nya
Al-Amin Muhammad Rasulullah

Wahai Rasulullah yang ma'shum,

Apalah aku ini,
Debu yang berharap lekat di terompahmu

Apalah aku ini,
Sawang yang berharap mulakat di Rumah-Nya

Apalah aku ini,
Sarang laba-laba yang berharap jirat di guamu

Sedangkan engkau kekasih-Nya,
Masih ditegur Maha Kekasih

Apatah lagi aku ini,
yang debu
yang sawang
yang sarang

Kusampai jua
Asbabun Nuzul Surah 'Abasa
Aku nak ingatkan
para pemburu kuasa negeriku
yang hendak membuang baju
kata mereka sempit dan usang

Sedangkan Kekasihmu, wahai Rasulullah
Yang Maha Kekasih itu
Melarang bermuka-muka masam
Kepada seorang buta yang bertelekan tongkat,
Nak meraba laluan Cahaya

Sementara para kafir Quraisy
adalah para nyalang mata yang meniti jalan gulita!

Cairo, 22 Juni 2010

Sunday, June 20, 2010

Sajak: Lelaki Berbaju Takwa

Sajak: Lelaki Berbaju Takwa

-Kepada Ustadz Aligha Ramli

Ahmad David Kholilurrahman

Jika lautan lumpur menyembur
Kota Porong,
Tak dapat kubayangkan,
macam mana rumahmu kini,
pun panti asuhan anak yatim
dan pengajian Fajar Shodiq

Dan negara raib,
Tak ada tangan yang mengulur
Tanggung-jawab,
Bahkan orang paling pucuk
Pengatur negeri cuma menabur janji
atas lautan lumpur,
menyembur, airmata darah
memancur, derita marah
Memekur, rasa susah

Tak dapat kubayangkan,
Masih kah kau datang ulang-alik
Bangil-Porong?
Menyemai tunas-tunas hijau daun
Setiap pagi bersiram embun

Aku mengenangmu,
Lelaki berbaju takwa
Berseterika rapi
berkantung dua
kacamata tebal
mengapit buku tebal
segala macam ilmu
tumpah-ruah
dalam kelas-kelasmu
Jadi tafsir airmata,
dakwah derita,
tarikh luka,
siasah darah
silsilah remah

Tapi, kini
Kaum politik
Setiap pagi
Meracik akhbar dusta
Mengarang beribu helah
Ini bencana alam, bukan salah manusia?

Kenapa kaum tak berpolitik
Akrab memeras airmata, menanak luka
Atau inikah jalan surga
Bagi kaum tak putus dirundung malang?

Padahal aku selalu ingat
Sebaris pesanmu:
"Tidak berpolitik, adalah 'politik' saya!"

Cairo, 21 Juni 2010

Thursday, June 17, 2010

Sajak: Sebatang Pohon Mangga Tua

Sajak: Sebatang Pohon Mangga Tua

-Kepada Ustadz Hud Abdullah Musa (Allahuyarhamhu)

Ahmad David Kholilurrahman

Aku mengenangmu,
sebatang pohon mangga tua
teduh menaungi laman rumahmu

Rumah sederhana penuh cinta
Anak-anakmu yang terbang
bertumbuh sayap-sayap dakwah

Dibawah pohon mangga itu
anak-anakmu bermain sepakbola
seperti kanak-kanak sepantaran usia

Pertengahan tahun sembilan belas
sembilan puluh empat,
Aku merantau jauh dari kampungku
di tengah pulau Sumatera

Aku memiliki alasan sederhana
untuk mengatakan, pesantren yang kutuju
adalah perahu yang berdayung
seiring angin laut, berkecipak ombak
malam terang bulan

Aku tak memiliki sebungkal bekal
kecuali kata orangtua Melayu:
""Lemak-manis itu ilmu, pahit-maung itu rindu..."

Itulah peta pelayaranku,
Pemanduku adalah segantang bintang
dan sepasang mata nyalang,
Berjumpa pejam, berbendera salam

Awal memandang wajahmu
Secerah wajah Arab
di musim semi
pada sebuah negeri
yang kelak jadi diriku

Akulah negeri, diriku tanah air!

Tapi, mendengar syarah dan khutbahmu
yang memukau, yang memindai
segala masalah ummah,
menjadi hati pikiran,
menjadi jantung hati
Al-Amin, Abu Qasim Muhammad Rasulullah

Didih darahku mendebar,
sejuta gelombang mencari pantai
yang tajam karang, yang amuk badai
yang hunjam tongkang, yang tebuk sadai

Adalah laut segala laut
yang berlayar markab bahtera
tunduk angin badai, jinak segala lanun

O, inikah samudera ilmu-Nya
yang ikan-ikan menebarkan salam
yang kerang lokan menyebarkan takbir
Yang ombak memercik wudhu
Yang awan memayung tawadhu'


Aku mengenangmu,
Sebatang pohon mangga tua
Teduh menaungi laman rumahmu

Rumah sederhana penuh cinta
Anak-anakmu yang terbang
bertumbuh sayap-sayap dakwah

Kemana pohon mangga itu hilang?
mungkin lebih banyak penebang
berkeliaran meluluh-lantak lamanmu

Terbilang jadi hitungan
lekat dihati anak-anakmu
yang rindu akan teduh airmukamu
yang rindu akan rindang kata-katamu
yang rindu akan sedap perhatianmu

O, sebatang pohon mangga tua
yang lebat hijau dedaunan
rindang dedahan dan cecabang
rumah segala bulbul singgah
menumbuhkan kepak-kepak dakwah
sebelum menemukan peta risalah

Cairo, 18 Juni 2010

Saturday, June 12, 2010

Sajak: Azan Subuh Mavi Marmara

Sajak: Azan Subuh Mavi Marmara

Ahmad David Kholilurrahman

Ya Allah,
Azan atas Mavi Marmara
syahdu nian, merdu nian
"Hayya 'ala as-Sholah,
Hayya 'ala al-Falah,
Allahu Akbar, Allahu Akbar
Laa Ilaha illa Allah

Angin Mediterania
berhembus sejuk
seperti isyarat syuhada'
memeluk hangat Ahl- al-Ghazzah

Ya Allah,
Imam bersurban merah
membaca tertib tartil ayat-Mu;

"Waja'ala kalimat-al ladziina kafaruu as-suflaa
Wa kalimatullahi hiya al-'ulya
Wallahu 'Azizun Hakim"*


Pada rakaat terakhir
tembakan Israel meletup

Sheikh Ra'ed Shalah
tuma'ninah selesaikan dua raka'at.

Walau kumbang api
atas kepala menari-nari

Kapal sekoci musuh merapat
menyalakkan peluru mesiu

Relawan melawan, melawan, melawan
kalian diserang, iya melawan

Sedangkan lebah diganggu melawan
apatah lagi manusia?

Hendak beri bantuan,
Bukan perang?

Kenapa moncong senjata
menyalakan api

Gugur syuhada'
Mereka tidak mati
hidup disisi sayang-Nya

"Al-maut hanya penanda!"

Jangan diam, sayang
Melawan, sekalipun
Kau berkalang tanah

Jangan diam, sayang
Melawan, setali pun
Kau bertiang patah

Kalian pemberani
Armada Kebebasan
Freedom Flotilla
menembus Gaza
dibawah kepungan senjata

Mata dunia terbelalak
Khayak sejagat meneriak

Tebuk Gaza
Peluk Gaza
Gaza, Gaza, Gaza

Al-Aqsha,
Al-Aqsha,
Al-Aqsha,

Wahai Umar al-Faruq
Wahai Shalahuddin al-Ayyubi

Menunggu pemberani
menerbangkan sayap-sayap
badai kepada kaum penakut

Banjir darah
Subuh hari itu
Atas Mavi Marmara
menyiram taman-taman syuhada'
sehembus angin Mediterania
wangi misk dan wardah
harum kucium, sekulum senyum

Cairo, 12 Juni 2010

*-Surah At-Taubah, ayat 40.

Wednesday, June 9, 2010

Sajak: Mata Air Tanah Air, Palestina

Pengantar:

Sajak ini kutulis untuk sahabatku Penyair dan Penulis Palestina Monzer Bahani.

Aku terkenang pada tembok pemisah rasialisme yang dibangun Zionis Israel mengurung Tanah Air mereka. Kebun-kebun zaitun yang ditebang paksa, rumah-rumah yang diroboh paksa, tanah-tanah Palestina yang dirampas paksa. kezaliman yang berlangsung secara masif dan sistematis. Sementara dunia Barat terdiam bungkam seribu bahasa. Dunia Islam berpecah-belah. Negara-negara Arab tidak seiya-sekata.

Mungkin, puisi juga tak ada artinya. Seperti yang dilaungkan nyanyi duka pilu Penyair Palestina terkemuka, Mahmoud Darwich.

Karena bagiku Palestina adalah tanah dan negeriku juga. Kiblat pertama Umat Islam. Negeri para Nabi dan Rasul utusan Allah kepada umat manusia.



Sajak: Mata Air Tanah Air, Palestina

Kepada Penyair Monzer Bahani*

Ahmad David Kholilurrahman

Aku melihat kata-kata
Pada tembok pemisah
Menggambar peta
Antara Balad dan Bilad kami
Kakek moyang kami
Menunai sarha
Sepanjang musim panas
Kebun limau dan delima
Dan istana-istana batu

Bunga-bunga banafsaj merecup
Kupu-kupu bertaburan
Warna-warni

Melukis kanvas
Sebatang zaitun
Bertangan daun
Menyampir
Kafiyeh

Tebing batu cadas Al-Quds
Tertambat al-Buraaq

Isra’ wa mi’raj

Hantarkan senyum syuhada’
Bertumpah wangi
Misk dan yasmin

Wahai Kekasih
Teratur mengulur
Jalan kemuliaan
Tenang,
Lengang
Luang
Ruang

Menghubung denyut
Antara laut dan maut

Sebentang langit dadaku
Membiru terang cintaku

Ini bukan airmata,
Mata Air Tanah Air
O, Palestina

Cairo, 8 Juni 2010

*Penyair dan Penulis Palestina


Catatan:

-Sarha: Adalah semacam perjalanan di musim panas. Sebuah tradisi turun-temurun kaum lelaki Palestina sejak berabad-abad lampau hingga sampai ke Jordan, Lebanon dan Mesir di zaman negara-negara belum ada tapal batas. Meniti kebun-kebun, melipiri tebing, menaiki gunung-gunung, berdiam di Qasr (Gesr) semacam istana-istana, rumah batu di ladang-ladang merka. Silahkan simak buku Raja' Shehade yang meraih Orwell Prize: (Palestinian Walks: Notes on a Vanishing Landscape, 2008)

Friday, June 4, 2010

Sajak: Laut Bertunang Al-Maut

Sajak: Laut Bertunang Al-Maut

-Kepada 9 Syuhada’ Mavi Marmara

Ahmad David Kholilurrahman

Baiklah,
Aku mau bicara
Tentang As-Syuhada’
Yang Al-Maut jemput
Dengan gagah menunggang bahtera

Tak ada resa takut,
Karena segala kecut,
Telah lurut dari mulut

Tak ada rasa takut
Karena segala luput
Telah susut dari lutut

Itulah kematian bermarwah
Yang menebar aroma wardah
Merekah wangi
Pada kembang pertama
Di subuh hari

Duduklah di sisiku,
“Jangan meratap tangis, sayangku!”

Kubah-kubah Cami
menara-menara lancip
Akan membiru,
Mungkin, Istanbul akan menggigil
Oleh angin sisa musim semi Bosporus

Aku masih dengar
Lamat-lamat azan
Menenangkan jiwaku
Seperti rayuan kekasih berbisik mesra

Aku tak pergi,
Hanya meniti jalan kembali
Kepada Maha Pemberi
Yang memilihku Laut bertunangan Al-Maut

O, taman-taman al-Firdaus
Yang tak terlintas ujung kuas pelukis mana pun
Yang tak terlunas ujung dawat kalam siapa pun

Sini, sayangku
“Jangan meratap tangis, kekasihku!”

Cairo, 5 Juni 2010

Wednesday, June 2, 2010

Sajak: Seribu Kapal Menembus Gaza

Sajak: Seribu Kapal Menembus Gaza

-Kepada Turker Kaan Cetin

Ahmad David Kholilurrahman

Mulutku mengisap dot susu,
Annem memelukku hangat,
Mengelus anak rambutku
Ditiup angin malam Mediterrania

Babam, kepala teknisi Mavi Marmara
Mengajarkanku jadi pelaut pemberani

Ketika tentera Israel meletupkan senjata
Armada Kebebasan berubah
Kolam darah
Danau merah
Samudera airmata

Ini fajar subuh hari,
Aku terjaga nyalang,
Oleh silau cahaya dari sekitar
Mungkin itu kumbang-kumbang api

Di pelupuk laut mataku,
Seribu kapal-kapal menembus Gaza

Suatu hari nanti,
Aku akan membuka kunci gerbang Al-Quds
Aku Umar al-Faruq dan Silhedînê Eyûbî

Lautan darahku melayarkan Mehmet el-Fātih
memindah seribu kapal di puncak gunung

Cairo, 3 Juni 2010

*Turker Kaan Cetin: Anak umur 1 tahun ‘Relawan’ Termuda Armada Kebebasan “Freedom Frotilla” Dalam Kapal Mavi Marmara.

-Babam (Ayahku), Annem (Ibuku) dalam bahasa Turki.

Sajak: Andai Malam itu Kau di Mavi Marmara

Sajak: Andai Malam itu Kau di Mavi Marmara

Ahmad David Kholilurrahman

Andai malam itu kau di Mavi Marmara
Akan kau saksikan
banjir darah
kolam darah
danau darah

Tapi malam itu kau bernyanyi,
Asyik sekali dengan suaramu
Yang nyinyir, sumbang, parau
Sebagai pengecut
Sebagai manusia penakut

Andai pagi itu kau di Gaza
Akan kau saksikan
Kapal-kapal nelayan
Penduduk menyambut riang
Rindu jabatan tangan saudaranya
Orang-orang tua rindu obat-obatan
Anak-anak rindu mainan
Gadis-gadis kecil rindu boneka
Bayi-bayi rindu susu

Burung-burung rindu sarang

Tapi pagi itu kau berkicau
Menjelma burung beo pendusta
Dengan mulutmu yang berbusa
Sebagai pengecut
Sebagai manusia penakut

Andai kau malam itu
Terlahir sebagai lelaki jantan
Dari negeri jantan dengan pemimpin jantan

Niscaya, mulutmu tak kubilas dengan tujuh perigi puisi
Sebagai menyuci penyertu tujuh kali tanah sekali air suci

Cairo, 3 Juni 2010


**Penyertu: Orang-orang tua Melayu sering bilang; Kalau sesuatu yang dijilat anjing, wajib disertu dengan tujuh kali tanah dan air suci.

Tuesday, June 1, 2010

Puisi: Darah Mereka*: Ibrahim Nasrallah**

Puisi: Darah Mereka*

Ibrahim Nasrallah**

Darah mereka selamat pagi
Darah mereka selamat petang
Darah mereka tahniah mereka..pesan mereka untuk kita
Darah mereka ceritera mereka…ketakutan mereka bagi kita
Darah mereka Masjid-masjid mereka..Kenisah-kenisah mereka
Tingkap jendela mereka peran mereka
Darah mereka kecintaan mereka dan kemarahan mereka
Darah mereka ratapan terluka
Darah mereka ruangan mencolok
Darah mereka ceritera ibu-ibu mereka bagi anak-anaknya
Darah mereka pesan bunga mawar untuk madu bunganya
Darah mereka negeri mereka dan angin-anginnya
Darah mereka pertempuran mereka…dan gencatan senjata mereka
Dan pesta mereka jika penyerbu bergegas
Darah mereka lengan-lengan doa mereka
Darah mereka adalah doa

***

Mereka kawan laut
Mereka kawan sungai
Mereka pelupuk mata zaitun
Mereka bunga kerinduan
Mereka pepohonan tanaman hijau
Dan anak-anak sungai
Mereka mencium penyair
Dan amunisi kaum miskin
Mereka jalanan di subuh hari
Mereka tergelak-tawa di batu cadas
: Dan kejelasan rahasia ini
Darah mereka selamat pagi
Darah mereka selamat petang

*Puisi ini dinukil dari aljazeera.net:

**Penyair Palestina menulis puisi ini dipersembahkan kepada kemuliaan korban Kapal Bantuan Misi Kemanusiaan Freedom Flotilla “Mavi Marmara” diserang tentera Israel di perairan Internasional menuju Gaza, 31 Mei 2010.


***(Diterjemahkan: Ahmad David Kholilurrahman)

دمُهم

دمُهم صباحُ الخيرْ
دمهم مساءُ الخير
دمهم تحيتُهم .. رسالتُهم إلينا
دمهم حكايتُهم .. وخوفهمُ علينا
دمهم مساجدُهم .. كنائسُهمْ
نوافذُ دورِهمْ
دمهم محبتُهم وغضبتُهم
دمهمْ عتابٌ جارحٌ
دمهم فضاءٌ فاضحٌ
دمهم حكايةُ أمّهمْ لصغارهِا
دمهم رسالةُ وردةٍ لرحيقها
دمهم طيورُ بلادهم ورياحُها
دمهم معاركُهم .. وهدنتُهم
وطرفتُهم إذا اندفَع الغزاةْ
دمهم ذراعُ صلاتِهمْ
دمهم صلاةْ

***

لم يتركوا شجرًا يعاتبهم
ولا قمرًا على شرفاتِ منـزلهمْ
ولا أغنيّةً عطشى لأنهُرهمْ
لم يكسروا أُمنيّة سكنتْ عيونَ صغارِهمْ
أو خاطرَ الزيتون فوق تلالهِم
.. .. ..

هُمْ أصدقاء البحر
هم أصدقاءُ النهرْ
هم أعينُ الزيتونْ
هم زهرةُ الحنّونْ
هم خُضرةُ الأشجارْ
وطفولةُ الأنهارْ
هم قِبْلةُ الشعراءْ
وذخيرةُ الفقراءْ
هم شارعٌ في الفجرْ
هم ضحكةٌ في الصخرْ
ووضوحُ هذا السّرْ:
دمهم صباحُ الخير
دمهم مساءُ الخير

Sajak: Permen Lollipop untuk Gaza

Sajak: Permen Lollipop untuk Gaza

Ahmad David Kholilurrahman

Babam, tolong sampaikan kirimanku
untuk anak-anak Gaza;

“300 butir permen lollipop,
Semoga sedikit menghapus airmata mereka”.

Aku tahu Mavi Marmara
Angkat sauh berlayar kemarin dari Antalya

Bawa gandum, bukan mesiu
Bawa obat-obatan, bukan rudal

Aku bersorak-sorai, Babam,
Kibarkan bendera negeri kita
Dan Palestina

Banyak kulihat bendera-bendera
Negeri-negeri lain melambai di kapal

Seperti tangan yang bergandengan
Membawa tangkai zaitun

Kenapa di sekolah pagi ini
Aku dengar bisik kawan-kawanku?

Tentang sebuah kapal dibantai di Laut Mediterania!

Babam, aku harap 300 butir permen lollipop
Sampai ke tangan saudara-saudariku anak Palestina.

Cairo, 1 Juni 2010

*Babam= Ayahku (dalam bahasa Turki).