musafir fakir di buayan fikir

Di kitab tua panduan pelayaran, termaktub pesan; "Lemak-Manis itu ilmu, Pahit-maung itu rindu..." (Dikutip dari sajak: Perahu Rindu, Ahmad David Kholilurrahman)

Thursday, April 29, 2010

Puisi Penyair Mesir, Amal Dunqul: Anak Lelaki dan Perempuan Samra*

ولد وبنت سمرا

أمال دنقل

ولد وبنت سمرا
ماشين تحت الشجر
وشبكة ايدين ونظرة
وخطوة على القمر
ووردة في غصن بكرة
مشتاقة للمطر

فضل الطريق يضيق
على الحلم البرىء
وأدى الطريق طريق
خالي من كل شيئ
غير اسمين على الشجر
ودمعتين عقيق

ولد وحيد وحيد
معاه وعد اللقا
سافر بلاد بعيد
واتغرب في الشقا
وغربة تشد غربة
وسفر يجيب سفر

والبنت السمرا فضلت
تسهر السهر
زهور كبرت ودلبت
واتغبر الشجر
والكلمة الحلوة قلت
وغاب عنها الخبر


فضل الطريق يضيق
على الحلم البرىء
وأدى الطريق طريق
خال من كل شيئ
غير اسمين على الشجر
ودمعتين عقيق

ولد وبنت سمرا
تاهوا في الذكريات
أتقابوا صدفة مرة
بعد الزمان ما فات
مادين ايد بالسلام
ملقيتش كلام
ومشيوا في الليالي
وتاهو في الزحام
فضل الطريق يضيق

على الحلم البرىء
وأدى الطريق طريق
خالي من كل الشيئ
غير اسمين الشجر
ودمعتين عقيق



Puisi: Anak Lelaki dan Perempuan Samra*

Amal Dunqul**

Anak lelaki dan anak perempuan Samra
berjalan di bawah pohon
Berpegangan tangan dan pandangan
Dan menginjak rembulan
dan bunga mawar di cabang pagi
Aku rindu hujan

Jalan yang dipilih jalan yang menyempit
Untuk mimpi yang tak bersalah
jalanan ini menunjukkan jalan
bebas dari siapa pun
selain dua nama di pohon
dua tetes airmata akik

Seorang anak lelaki sendiri sendirian
Bersamanya janji bertemu
Perantauan negeri jauh
perantauan dalam kesusahan
Aneh, aneh menarik
pengembaraan dan jawaban pengembaraan

Anak perempuan Samra
jam untuk memastikan
bunga-bunga tumbuh dan menghimpun
pohon berdebu
kata-kataku manis
Terjawab oleh berita

Jalan yang dipilih jalan yang menyempit
Untuk mimpi yang tak bersalah
Jalan ini menunjukkan jalan
bebas dari siapa pun
selain dua nama di pohon
dua tetes airmata akik

Seorang anak lelaki dan perempuan Samra
Sesat jalan kenangan
kebetulan waktu bertemu kulit kerang
Setelah waktu apa yang telah dilakukan
Apakah agama mendukung perdamaian?
tak bertemu ucapan
mereka berjalan pada malam hari
sesat jalan dalam keramaian
jalan yang dipilih jalan yang menyempit
Untuk mimpi yang tak bersalah
jalanan ini menunjukkan jalan
bebas dari siapa pun
selain kedua nama di pohon
dua tetes airmata akik


*Diterjemah dari Akhbar al-Adab, edisi 875, 11 Jumadil al-Ula 1431 H/25 April 2010, hal 22. Nyanyian ini satu-satunya yang ditulis Amal Dunqull khusus untuk dinyanyikan. Sebagaimana karakter tema puisinya bukan untuk dinyanyikan, walau puisi-puisinya sangat dramatis dalamnya aneka suara. Nyanyian ini ditulisnya untuk seniwati 'Affaf Raadhi setelah dia mengenalnya ketika pementasan drama "As-Syakhs". Beberapa tahun ini, Maestro Sherif Mahyudden meng-aransemen beberapa puisi dari kumpulan puisi terakhir, Amal Danqel:"Awrâq al-Ghurfah Tsamâniyah", dinyanyikan oleh seniwati Nevin 'Alubah.

**Penyair dan Intelektual Mesir ini nama lengkapnya, Mohammed Amal Faheem Dunqul (lebh dikenal dengan Amal Dunqul). Lahir pada tahun 1940 di kampung al-Qal'ah, Distrik Qift, kawasan Selatan Mesir (Qena).
Puisi-puisi Penyair "Oposan" (al-Mu'âridh) ini adalah ikon perlawanan. Tak sedikit kritikus sastra yang memasukkannya dalam blok penyair "Kebebasan". Puisi-puisinya menyuarakan melawan "Diktator", "Kehancuran", perdamaian dengan Israel, hingga menentang perangai kebanyakan kaum Borjouis pada masa itu. Beliau wafat pada tahun 1983.



***(Penerjemah Ahmad David Kholilurrahman)

Monday, April 26, 2010

Puisi: Puan-puan Sevilla*

Betapa, saya terpukau dengan puisi-puisi dari Andalucia (juga kawasan Spanyol lainnya). Dengan segala keterbatasan, saya mencoba belajar membaca puisi-puisi yang memiliki keterkaitan saling mempengaruhi antara dua kebudayaan; Arab-Spanyol. Satu lagi impian saya, nak nian belajar bahasa Spanyol! Antara lain, karena Saya tak puas dengan terjemahan dari bahasa keduanya! Hahahahahah


Puisi: Puan-puan Sevilla*

Manuel Machado**

Gypsi as-Segeria)* dia lah melankoli malam-malam Islam
mata hitam, hilang
Selalu lisan murung dari cinta dan maut
Ialah suara kalbu, tawanan malang dan mujur
ratapan gairah mendalam
hanya saja kemurungan kemilau surga Andalucia
sayap-sayap musim semi
penceloteh, segar
yang menyanyikannya seluruh Sevilla
dia lah as-Sejediyah Sevilla periang
Penuh pancaran matahari, minim naungan

*)As-Segeria: Kata ini berasal dari bahasa Arab. Artinya, yang mungil dari yang kecil (shagiriyah min as-shigr). Kemudian bentuk ini diubah-gubah sekarang dalam nyanyian Gypsi.

* Diterjemahkan dari Puisi: Isbîiliyât, dalam Buku Qasâid Isbâniya wa Amrîkâ al-Lâtiniyah, Terjemah dan Pengantar Abu Hammâm Abdul Lathef Abdel Halim, Maktabah Al-Usrah, Mahrajan Qira'atu lil-Jami', 2005, hal 96.

**Penyair dan Dramawan Spanyol, (Sevilla, 1874, Madrid, 1947). Termasuk anggota utama Generasi 98. Dia mengangkat lagu-lagu tradisional Sevilla, juga Flamenco dalam puisi-puisinya.
Saudaranya, Antonio Machado juga seorang penyair. Kolaborasi keduanya, menghasilkan: La duquesa de Benamejí, La prima Fernanda, Juan de Mañara, Las adelfas, El hombre que murió en la guerra, and Desdichas de la fortuna o Julianillo Valcárce.


***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman)

Puisi Ricardo Molena*: 4. Nyanyian Andalucia**

Puisi Ricardo Molena*

4. Nyanyian Andalucia**

Awan, burung-burung, bintang-gemintang
lekang.....tinggal daku
dekat, dekat nian,
Di atas timbunan kesedihan yang remuk, di atas mata pedang yang meremuk kehormatan

Cinta senantiasa bernyanyi
Apakah kau dengar kicauan burung-burung
yang tinggal bersamaku,
Disini, waktu petang,
Naungan langit menyelubungi dedahan segala perasaan
Damai tersisa
Jiwa termenung hampir memukul dalam terburu-buru
dekat dari april, dekat dariku
dekat, dekat nian, disini

*Penyair Spanyol (1917-1969).

**Diterjemahkan dari puisi: Ughaniyatu Andalusiyah, dalam Buku Qasâid Isbâniya wa Amrîkâ al-Lâtiniyah, Terjemah dan Pengantar Abu Hammâm Abdul Lathef Abdel Halim, Maktabah Al-Usrah, Mahrajan Qira'atu lil-Jami', 2005, Hal 143.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman)

Sunday, April 25, 2010

Puisi: Ricardo Molina*

Puisi: Ricardo Molina*

Penyair Arab**

Seorang lelaki yang bernyanyi
dengan melati dan rembulan
mewarisiku andil
udara mereka, nyala mereka, dan api mereka
kerinduan melelahkan
untuk bibir yang menyala
pengabdian
untuk keindahan yang halus sentimentil
dan dukacita
kesenangan yang kekal
yang tak merengkuh intisari kelezatannya
Selain sekilas saja

*Penyair Spanyol (1917-1969).

**Diterjemahkan dari puisi: Syâ'irun Arabiyun, dalam Buku Qasâid Isbâniya wa Amrîkâ al-Lâtiniyah, Terjemah dan Pengantar Abu Hammâm Abdul Lathef Abdel Halim, Maktabah Al-Usrah, Mahrajan Qira'atu lil-Jami', 2005, Hal 140.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman).

Puisi: Air Granada*

Puisi: Air Granada*

Fransesco Biasibsa** (فرنسسكو بياسبيسا)

Berdesir padaku –sekali lagi-meneguk dari ceruk mata air-mata airmu
Wahai air Granada yang segar, wahai dari mengitari dukacita dan dahaga
Oh! Wahai jalan San Mathias
dari kelapangannya, aku kembali kepadamu
Tegak berdiri disisi tingkap, peristiwa yang sangat aku ketahui

Hai Granada, wahai Granadaku, wahai buayan dimana aku tumbuh
Wahai perawan-perawan yang pedih yang daku dikarunia kekuatan dan kesehatan
Supaya mataku sanggup melihatmu kembali lagi

Wahai Granada, Wahai Granadaku, dari kelapangannya aku kembali padamu
Walau sekalipun tanpa alas kaki
menelusuri pintu demi pintu, tanpa makan dan minum.
Jika daku kembali ke Al-Hambra
Hingga sekalipun mengulur jejak pulang
maka daku memberkati maut
karena daku telah melihat al-Hambra

*Diterjemahkan dari Syair: Mâa al-Gharnathah, dalam Buku Qasâid Isbâniya wa Amrîkâ al-Lâtiniyah, Terjemah dan Pengantar Abu Hammâm Abdul Lathef Abdel Halim, Maktabah Al-Usrah, Mahrajan Qira'atu lil-Jami', 2005, hal 78.

**Lahir di Rucar, Almeria 1877, menimba ilmu di Universidad de Granada. Merantau ke Madrid pada usia 20 tahun. Bergaul dengan sastra. Menyiarkan karangan di sejumlah koran dan majalah di zaman itu. Dia mencintai Andalucia, Granada, Cordova serta Istana al-Hambra sebagaimana tersurat dan tersirat dalam kumpulan puisi-puisinya.

Sajak: Asin

Sajak: Asin

Ahmad David Kholilurrahman

Mungkin, kau mendaku,
Bina istana,
Bendung laut,
Kurung bandar berlapis-lapis benteng
Julang menara gapai awan

Tapi, kau tak kan pernah
sanggup mengatapi langit?

Aduhai, dunia yang seasin lidah
menjulurkan laut pasang
ke ludah
bergetah
bahasa
luka
kata
leka
aksara

Yang damak
tancapkan
bisa
segala pecah
busa
segala padam
bara
segala retak
kaca

Tapi, kau tak kan pernah
menawan rinduku,

Walau surut laut, selutut?

Sebab, butir-butir garam
dalam belanga
menjelma riak pasang
asam pedas
yang memeras
airmata semasam cuka?

Cairo, 26 April 2010

Saturday, April 24, 2010

Puisi Miguel de Unamuno: Untuk Seseorang Anak Sakit*

Barangkali, saya selalu merasa tak pernah puas dengan terjemahan di bawah ini. Berikhtiar memahami Puisi Penyair Spanyol, Miguel de Unamuno dengan menerjemahkannya. Silahkan disimak, jika Tuan-Puan suka atau tidak?

Puisi Miguel de Unamuno:

Untuk Seseorang Anak Sakit*


Miguel de Unamono**

((Tidur lah wahai si kecil buah hatiku, Kecuali malapetaka tengah merenggut anak-anak yang tertidur sepicing)). Dari asuhan buayan lagu-lagu rakyat.

Tidurlah, wahai kembang hidupku, tidurlah nyenyak,
Dan satu-satunya istirah dari sakit cuma tidur
Tidurlah wahai si kecil miskin, nikmati, tanpa kesedihan, dengan segala anugerah maut untukmu, seolah-olah dia manisan
seolah-olah dia manisan, hadiah gagah, dia mencintainya bagimu
Seperti dia sangat mencintaimu, wahai si kecil miskin.
Tiba-tiba datang kepadamu kerinduan mendalam- dalam bergegas-untuk mengambilmu (kembali) padanya,
Maka maut merinduimu dengan penuh cinta, maut dan cengkam.
Agar bertunas diantara sepasang lengannya tunas abadi,

Dan jangan sekali-kali heran-wahai anakku-begitu lah musim dingin
bukan musim dingin disana, tak mendera, tak memetik bunga-bunga
agar menyanyi bagimu dalam kebisuan dendangan halus
O, senyuman sedih di mulutmu yang keriting!!
Barangkali tangan maut saling meraba hatimu.

O, senyuman dukacita di keriting mulutmu!!
Heran apa pada dikatakan mimpi-mimpimu bagi penyusumu?
Penyusumu abadi, selalu menyayangi?
dimana akan rehat segala sesuatu kedamaian suci di dalam perut bumi
Ketika matahari terbit,
akan musnah bintangku yang miskin,
yang larut pada fajar..
agar berlalu bersamanya
Melafalkanmu kehidupan,
wahai keberuntungan menggembirakan!!
Tidurlah nyenyak, keterlelapan abadi,
Maka Maut adalah satu-satunya istirah dari kesakitan.

*Diterjemahkan dari judul syair: Ilaa Thiflun Mariidhun, buku Qasaaid Isbaaniya wa Amrika Laatiniyah, Terjemah dan Pengantar Abu Hammaam Abdul Lathef Abdel Halim, Maktabah Al-Usrah, Mahrajan Qira'atu lil-Jami', 2005, hal 59-60.

**Penyair , Penulis, Kritikus, Pemikir, Novelis, Dramawan Spanyol, ). Lahir di Bilbao, Biscay, Wilayah Basque, Spanyol (29 September 1864-1936 M). Guru Besar bahasa dan sastra Yunani. Rektor Universidad de Salamanca, selama dua periode (1900-1924, 1930-1936 M).

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman).

Friday, April 23, 2010

Puisi Penyair Meksiko, Octavio Paz*

Beberapa Puisi Octavio Paz yang memperbincangkan tentang banyak hal, juga, termasuk astronomi. Saya suka puisi benda-benda langit. Saya menemukan sebagian saja, dari judul puisi dibawah ini dalam edisi bahasa Arab. Tentu, terjemahan dari terjemahan bahasa kedua, akan semakin jauh 'dzauq adabi' nya. Izinkan, saya mencoba menghidangkan terjemahan sederhana ini. Sungguh, saya pribadi belum puas? Hahahahaha


Puisi Penyair Meksiko, Octavio Paz*

Octavio Paz**

Yakin

Yakin
Jika seberkas cahaya putih lentera ini
nyata,
Maka tangan yang akan menulis
kenyataan, tapi adakah mata
memandang kenyataan yang tertulis?

Dari satu kata ke lain
Bercerai-berai apa yang terucap
aku mengetahui sesungguhnya aku hidup
di antara dua sagitarius
***

Disini

Langkahku di jalan ini
suara teriakan
jalan lain
dimana
aku dengar langkahku
menyeberangi jalan ini
dimana
Bersatu-padu kabut kenyataan
***

Bisu
Begitu lah serupa ceruk musik
muncul tanda
apabila tergetar
terbentang, dan rebana
Akan membisu pada musik yang lain
Bergetar dari ceruk kebisuan
bisu yang lain, air, rasi, pedang
meninggi, berkembang, akan mensunyikan kita
Apabila tinggi jurang
kenangan, cita-cita
dusta-dusta kecil dan besar
Maka kita mencintai teriakan yang berteriak
lenyap di tenggorokan
Maka monumen bisu
dimana diam segala kebisuan
***

Menjauh dari ketakutan
segala sesuatu mengancam kita:
zaman yang membagi kepada wilayah ular
Yang padanya
Apa yang menjadinya
seperti goresan pisau dengan ular;
mendapati, ketipisan yang tertembus

Penglihatan orang buta memandang zat yang terlihat;
kata-kata, peloncat-peloncat mati kedinginan, debu pikiran
di atas rumput, air dan kulit;
Lelaki-lelaki kita, yang bangkit antara kau dan aku,
cincin kelengangan, yang tak bergegas kencang
Tak juga sampai mimpi
Tak sebatas impian dan menyayangi dari gambar yang menabrak,
tak juga igauan dan buihnya para Nabi
Tak juga cinta dengan giginya, dan kuku-kukunya cukup,
Jauh dari kita,
Di sempadan wujud dan kewujudan
kehidupan menuntut kita lebih dari sekedar hidup
di luar malam bersaing terus-menerus.......
yang penuh dengan daun-daun panas dan besar
dan cermin memerangi;
Buah-buahan dan...menggiurkan dan mata air dan dedaunan kayu,
Bahu menerangi
Jasad-jasad terbuka jalannya antara jasad lain
***

Api sepanjang hari
sebagaimana udara
terbentuk dan tercerai-berai
penguraian tersembunyi
atas lembaran geologi
dan materi-materi bintang;
Manusia
bahasanya (dengan memperdaya) benih
tapi membakarinya
di telapak tangan angkasa,
dan area menyala-nyala,
yaitu tumbuhan juga
bulirnya
menghancurkan kebisuan,
Rerantingnya
Terbina rumah-rumah dari suara-suara
Area;
Campur-aduk dan menjiplak
Mainkan
Permainan keserupaan dan kontradiksi
Area;
Akan masak atas bak kolam,
Berbuah di rempah-rempah
Bijinya
Meminum malam dan menelan cahaya
Bahasa;
Pohon-pohon berkobaran
Dari dedaunan hujan
Tetumbuhan dari guruh
Rekayasa bergemuruh:
Di atas lembaran kertas
Terangkai puisi
Seperti siang
di atas keharibaan angkasa

*Diterjemahkan dari Terjemahan edisi Arab Puisi Penyair Meksiko, Octavio Paz, oleh penyair dan penerjemah Maroko, Khaled Ar-Raysuuni, Majalah Dubai Ats-Tsaqafah, edisi 59, April 2010, hal 110-111.

**Penyair, Penulis dan Diplomat Meksiko (31 Maret 1914-19 April 1998). Peraih Nobel Sastra tahun 1990.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman)

Wednesday, April 21, 2010

Syair: Kartu Tanda Penduduk**

Syair: Kartu Tanda Penduduk**

Mahmoud Darwish**

Catat!
Aku Arab
Nomor KTPku 5000
Anakku delapan
Ke sembilan…..akan datang selepas musim panas!
*

Catat!
Aku Arab
Bekerja membanting tulang dengan sejawat di pengasingan
Anakku delapan
Mereka tercium setangkup roti
Pakaian dan buku tulis
Dari batu cadas...

Dan tak terjalin persahabatan dari pintumu
Tak secuil
Depan alas bendul-bendulmu
Kenapa marah?
*

Catat!
Aku Arab
Aku nama tanpa gelar
Sabar di negeri yang segalanya
Hidup dengan kemarahan yang seketika
Dasar.........
Sebelum lahir zaman yang teguh
Sebelum terbuka waktu
Sebelum cemara dan zaitun
....Sebelum rumput bergoyang
Ayahku....dari keluarga pembajak ladang
Bukan dari kalangan terpandang

Datukku adalah petani
Tak berpenghasilan....tak bernasab!
Matahari menjulang tinggi mengajariku sebelum membaca buku
Rumahku, gubuk penjaga kebun
Dari kayu dan buluh
Apakah kau merelakan rumahku?
Aku nama tanpa gelar!
*

Catat!
Aku Arab
Warna rambut hitam arang
Warna mata coklat kopi
Ciri khasku:
Kepalaku mengenakan Igal atas kopiah
Dan cukup selaput mata keras seperti cadas....
Menggaruk siapa pun yang menyentuhnya

Alamatku:
Aku dari kampung sunyi....terlupakan
Jalan-jalannya tanpa nama
Setiap lelakinya... di ladang dan pengungsian
Kenapa marah?
*

Catat
Aku Arab
Kurampas logam nenek-moyangku
Dan tanah, aku menjadi petaninya
Aku dan semua anak-anakku
Jangan tinggalkan kami...setiap cucu-cucuku
Serupa batu-batu cadas
Apakah akan diambil
Pemerintahmu....sebagaimana katanya?
Apabila!

Catat.....
Di laman pertama
Aku tak membenci manusia
Tak seorang pun dapat merebut
Tapi aku....jika menimpaku
Kumakan daging pemerkosaku

Awas.....Awas....dari laparku
Dari amukku!!
*

**Diterjemahkan dari judul Syair: Bithaaqah Huwiyah, Rawaa'i al-A'maal Asy-Syi'riyah Mahmoud Darwish, Maktabah al-Usrah, Mahrajan al-Qira'ah lil-Jami', 2004.

**Penyair dan penulis terkemuka Palestina, Lahir di Al-Birwa, Akka (Galilee) (13 Maret 1941-9 Agustus 2008). Berkali-kali dijebloskan dalam jeruji penjara Israel, lantaran Syair-syair perlawanan dan perjuangan membela hak bangsa Palestina.

***(Terjemahan: Ahmad David Kholilurrahman)

Tuesday, April 20, 2010

Syair: Aku Yusuf, Wahai Ayahku*

Syair: Aku Yusuf, Wahai Ayahku*

Mahmoud Darwish**

Aku Yusuf, wahai Ayahku
Wahai Ayahku,
Saudara-saudaraku tak mencintaiku,
Tak menginginkanku ditengah mereka, wahai Ayahku.
Menganiayaku dan melempariku dengan kerikil dan perkataan.
Menginginkan aku mati ketika memujiku
Mereka menutupi pintu rumahmu tanpaku.
Mereka mengusirku dari ladang.
Mereka meracuni buah anggurku, wahai Ayahku
Mereka meremukkan permainanku, wahai Ayahku
Ketika angin sepoi-sepoi mempermainkan rambutku, mereka cemburu dan
Memberontak padaku dan memberontak padamu
Apakah yang mesti kuperbuat pada mereka, wahai Ayahku?
Kupu-kupu hinggap atas pundakku, dan bulir-bulir gandum padaku?
Burung-burung bertengger dalam rehatku
Apakah yang mesti kulakukan, wahai Ayahku,
Kenapa daku, wahai Ayahku? Engkau beri namaku Yusuf?
Mereka menceburkanku dalam perigi
Dan mereka menuduh serigala, sedangkan serigala lebih penyayang daripada saudara-saudaraku.....Ayahanda!
Apakah aku menyalahi seseorang ketika aku berkata; Sesungguhnya; Aku melihat sebelas bintang, matahari dan bulan, semuanya bersujud kepadaku.

*Diterjemahkan dari judul puisi: Ana Yusufun ya Abi, Rawaa'i al-A'maal Asy-Syi'riyah Mahmoud Darwish, Maktabah al-Usrah, Mahrajan al-Qira'ah lil-Jami', 2004

**Penyair dan penulis terkemuka Palestina, Lahir di Al-Birwa, Akka (Galilee) (13 Maret 1941-9 Agustus 2008). Berkali-kali dijebloskan dalam jeruji penjara Israel, lantaran Syair-syair perlawanan dan perjuangan membela hak bangsa Palestina.

Kumpulan Syairnya, antara lain; Ashaafir Bilaa Ajnihah (1960), Awraaq az-Zaytun (1964), 'Aashiqun min Filisthin (1966), Akhir al-Layl (1967), Yawmiyaat Jarh Filisthin (1969), Kitaabah 'ala Dhu'i Bunduqiyyah (1970), Habibi Tunhidhu min Naumiha (1970), Ahmed Az-Za'tar (1970), Al-'Ashaafir Tamuutu fi al-Jalil (1970), Mathar Na'imun fi Kharif Ba'id (1971), Uhibukki wa laa Uhibukki (1972), Jundiyun Yahlimu bi- Az-Zanaabiq al-Khadra' (1973), Muhaawalah (No 7 terbit 1973), A'raas (1977), Ward Aql (1985), Araa maa Uriidu (1990), Ahada 'Asyarah Kawkaban (1993). Dan karya-karya lainnya. Meraih pelbagai anugerah dan hadiah kesusateraan dunia.

(Terjemahan: Ahmad David Kholilurrahman)

Qashash Qashiratun Jiddan (Minifiksi) Arab*

Qashash Qashiratun Jiddan (Minifiksi) Arab*

1. Al-La'ab (Permainan)

'Ayyash Yehiawi**

Pada masa kanak-kanakku, aku berkata pada seorang gadis kecil seusiaku; Ayo kita bermain, dia tertawa, berkata padaku;"Ayo kita bermain, setelah beberapa tahun aku melihatnya depan gedung kediaman, aku berujar padanya; Ayo kita bermain, dia menengokku dengan seutas kemarahan dan melapor ke ibunya, bahwa aku mengajaknya bermain.

Ibuku menghukumku ketika mendengar kejadian tersebut. Dan tatkala aku menengoknya (lagi) setelah beberapa tahun kemudian depan gerbang Universitas, aku berujar padanya; Ayo kita bermain, dia tersenyum, seraya berkata; Sekarang permainan (boleh) berlaku, menempuh cincin pertunangan.

2. 'Inaaduha (Pengkhianatannya)

Aku tertuduh berlaku zalim dan melawan pagi kemarin ketika aku masuk kantor tanpa mengucapkan; Selamat pagi, aku mengambil pena merah meninggalkan kantorku..aku mengeraskan suaraku, berujar padanya.."Ya Nona, apa ini? Kenapa bertukar? Tanpa selamat pagi, telah mengambil penaku? tanpa izin? Ini Aib. Aku berteriak di wajahku; Ini penaku, aku tahu kau mengambilnya dari atas kantorku.

Aku bersumpah bahwa pena ini milikku sejak dulu sekali, tapi dia tak percaya. setelah satu jam dia mengembalikan pena padaku, seraya tersenyum; Supaya kita tak saling bermusuhan, bagaimana kalau pena ini kita belah dua? Aku jawab dengan menyemburkan kemarahan. Apakah pena ini semangka, yang mungkin dapat dibelah. Tolong, lain kali jangan kau ulangi perangai seperti ini. Kembali lah ke ruanganmu, niscaya akan kuberikan banyak pena dengan aneka warna yang kau sukai.

Tapi, dia tetap berbahagia bertahan dengan pengkhianatannya, aku pun bahagia bersitahan dengan pengkhianatanku.

*Keempat cerpen superpendeknya, dimuat Majalah Dubai Ats-Tsaqafah, edisi 55, April 2010.

**Penyair dan cerpenis dari Al-Jazair

(Terjemahan; Ahmad David Kholilurrahman)

Monday, April 19, 2010

Jalan dengan Merintangi Kaki*

Pengantar: Saya menerai belajar menerjemahkan Puisi Adonis; Thariq bi- Hajm al-Qadm. Tentu, saya sendiri merasa tak puas atas terjemahan ini.


Jalan dengan Merintangi Kaki*

Adonis**

1
Seorang Arab beriman mengatakan kepercayaannya;
Sebaik-baik kamu, hendaklah merubah kepalamu
daripada merubah pendapatmu

2
Aku sangat tahu, dengan salahku kepada Penenung-penujum
Apakah aku akan diampuni?
Tak takut kutunggu.

3
Rakyat?
"Ruh" tertidur di rimba-raya jasad-jasad yang tak tidur

4
Begitu lah lelaki adalah pemimpin, tiga perkara;
1. Malam, sendirian di pembaringan
2. Siang dengan bantal yang tak terkira
3. Keterjagaan pengembara

5
Ketahui lah yang membingungkanmu itu politik?
Langkah pertama serangan
kemudian, kejutan
Yang tak dapat berlalu, kecuali mundur ke belakang

6
Begitu lah Lelaki, lulusan politik, menggesernya
Mampu menggubah sejarah dengan menghancurkan
semesta, berkuasa menemukan jalan dengan merintangi kaki

7
Kebudayaan, dalam pandangan politik Arab
Permasalahan antologi, disini
'Ukkaziyah disisi lainnya

8
Disisi kami, Sejarah kami Arab, kekerasan
dengan tiga penaklukan;
Ketiga kepalsuan,
agar supaya mengawasi dua penaklukan alami

9
Kehidupan modern, seorang Arab?
Merenovasi rumah yang hancur
dengan membangun kehidupan kuno

10
Kebanyakan dari Lelaki-lelaki kami,
kebanyakan prestasi, selain habis-habisan
mencatat kebodohan bangkai

11
Penyair ini menjadi tua karena satu hal;
Tak mengerjakan apa pun kecuali penderitaan ketuaanya

12
Roti sehari-hari bagi orang Arab adalah tak kehilangan syair
dan anehnya, selalu berawal hari tanpa roti
Ini tidak dapat dinafikan, bahwasanya
penyair-penyair Arab, hari ini, jumlahnya
lebih banyak dari pembaca syair;
Adakah ini kemudaan, atau ketuaan?

13
Matahari di Beirut, dan saudara-saudaranya Arab,
bisu abadi, selain cahayanya yang tak
berjeda terserak hingga keteduhan

14
Kemukakan pertanyaan kemarin pada dukaku,
yang tak pernah kujawab.
Kemukakan pertanyaan itu pada sukacitaku,
niscaya tak berjeda dari jawaban, hingga kini.
Apa yang menjadikan sukacita terserak hingga
sederajat ini?

15
Tidurlah sahabatku
Maka dinamakan dengan menuangkan senyumannya.
Bangun lah,
Maka dinamakan air dengan menuang senyuman

16
Karena kesedihan rumah tak berpenghuni;
jirannya di belakang, mana arahnya.

17
Yang Terhormat dan Yang Ternista dua bersaudara;
Satu bapak
dan dua istri.

18
O' langit ini
Pepohonan tampak menjulang dalam rimba-raya kekerasan

19
Adalah pemilikku, disana menempuh jalan lain
Yang tak sanggup kembali, dalam laluannya,
yang menengok kebenaran kecuali dengan
membersihkan kesalahan
Demikian tak sanggup kembali, kecuali dengan
menengok dirinya

20
O' Perindu,
Kenapa tak menyempurnakan selepas pandanganmu
kekisutan bantal
yang bergalang bantal kekasihmu?

*Daftaru Afkar, Majalah Dubai Ats-Tsaqafah, edisi 59, April 2010, Judul aselinya: Thariqun Bi-Hajm al-Qaddam.

**Penyair Arab Kontemporer, dari Suriah. Nama Aselinya; Ali Ahmed Said (1930-). Bermukim di Lebanon. Namanya beberapa kali masuk nominasi kandidat peraih Nobel Sastra.(Ket)

(Terjemahan: Ahmad David Kholilurrahman)

Sunday, April 18, 2010

Puisi: Negro*

Puisi: Negro*

Malcom X**

Wahai yang mulia lelaki kulit putih
Disana, ada sesuatu yang mesti kau ketahui
Ketika aku lahir, aku berkulit hitam
tatkala aku tumbuh, tetap hitam
dibawah matahari berbayang hitam
tatkala dingin menimpaku, aku hitam
tatkala aku takut berbayang hitam
dalam keadaan sakit aku tetap hitam
Tatkala mati pun aku hitam

Adapun kalian wahai kulit putih
ketika kalian lahir, warna rosa
ketika kalian besar berwarna putih
dibawah bebayang matahari warna kalian merah
ketika dingin menimpa warna kalian biru
ketika takut menjadi kuning
ketika sakit menjadi hijau
Tatkala mati warna kalian debu
Setelah itu kalian kunamai "warna-warni"

*Diterjemah dari edisi Puisi Terjemahan Arab: Aswad, dalam Kumpulan Syair (Likay Tursimu Shuuratun Thaayr wa Qasaaid Ukhraa min as-Sharq wa al-Gharb). DR. Shehab Ghanem, Majalah Dubai ats-Tsaqafah, April 2010

**Malcom X (1925-1965). Pemimpin pergerakan kaum kulit hitam (Negro) Muslim di Amerika Serikat , dibunuh ketika menyampaikan Pidato seperti dalam puisi di atas.

Terjemahan; Ahmad David Kholilurrahman

Wednesday, April 14, 2010

Sajak: Tanjong Priok

Sajak: Tanjong Priok

Ahmad David Kholilurrahman

Kami punya kepala,
Bukan batu-batu

Kenapa Negara menghajar lagi?

Aduhai,
Segala batu-batu
Yang jelma serdadu-serdadu

Kami lengan lepai,
Ingin gapai
Segala sampai
Yang juntai mengintai
Segala pandir pandai?

Aduhai,
Segala batu-batu
Yang jelma kayu-kayu

Kami angan gontai
Ingin derai
Segala pantai
Yang kulai mencerai
Segala fakir lebai?

Kami punya kepala,
Bukan serdadu-serdadu

Kenapa Negara mengejar lagi?

Cairo, 14 April 2010

Monday, April 12, 2010

Sajak 36: Mina; Haji Tamattu'

Calon Penghuni Kumpulan Sajak: Awak Thawaf, di Rumah-Mu

Sajak 36: Mina; Haji Tamattu'

Ahmad David Kholilurrahman

Di Maktab,
Setelah memasang niat haji Tamattu'

Awak lah debu
Yang nak bilas-bilaskan tubuh
Potong kuku dan cukur misai
Memangkas bulu ketiak

Memasang putih kain ihram

Awak jamak taqdim sholat
Zuhur dan Ashar

Di luar kemah-kemah
Panas memanggang
Gurun kerontang
Bertandang
Ruang

Talbiyah tiada lelah
Menghela-hela
Tanak setunak taubah
Rebus setulus airmata

Seduhan jiwa
Para pendosa
Rindu menghirup madu
Maha Rindu

Isak tangis
Ngalir jutaan sungai
Landai gemulai
Nak memindai

Ada sansai, ada gapai
Yang terlampau

Ada kulai, ada lepai
Yang terjingkau

O' sebalut kain putih
Awak lah debu menjadi debu

Aduhai nak rindu,
Seperti apa bertemu Wajah-Mu?

Cairo, 12 April 2010

Sunday, April 11, 2010

Sajak 35: Mina; Yaum at-Tarwiyah

Calon Penghuni Kumpulan Sajak: Awak Thawaf, di Rumah-Mu

Sajak 35: Mina; Yaum at-Tarwiyah

Ahmad David Kholilurrahman

Inilah Yaum at-Tarwiyah,
Berbekal segala bekal
Akar asal tarwiyah; rawiya
Minumlah air sampai puas

Menuju Masy'aril al-Haram
Arafah-Mina-Mudzalifah

Mina,
Adalah lembah pegunungan batu
Langit turun berlabuh
Mengharu-biru para penyeduh
Memacu rindu, memaku malu

Awak lah menjadi debu,
Yang bertumpang kemah
Melaung gemuruh talbiyah;

"Labbaik Allahumma Labbaik,
Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik"


Jemari gemetar,
Nadi menggeletar
Alir darah menderas
Sepasang mata tergenang basah

"Inna alhamda wan Ni'mata,
Laka wa-l Mulk, Laa Syariika Lak"


Di Mina,
Malam ini awak terbaring rebah
Sepasrah kemah-kemah
Seramah wajah-wajah

Segala bangsa, segala muka
Tiada lelah menanak talbiyah

"Labbaik Allahumma Labbaik
Labbaika Laa Syarika Laka Labbaik!"

Cairo, 11 April 2010

Saturday, April 10, 2010

Sajak: Hanyut Aku Sabut!

Sajak: Hanyut Aku Sabut!

Ahmad David Kholilurrahman

Sedulang ludahmu,
Memercik api,
Memantik nyeri
Damak segala bisa
Tamak segala tuba

"Kemudi menung,
Mendayung himpun Jazirah
Antara Cairo dan Giza".

Desir angin musim semi,
Shammun Nasiem berkemas,
Hendak lepas bertanggas?

Mana tunas parasku,
Seperas limau cucur fisikh

Bawang merah belah dua,
Patah tulang ikan ringga
Meruncing duri sejari
Menusuk pucuk almari

Bukan rindu
Segala dendam

Bukan ngilu
Segala demam

Duri segala duri,
Janji segala janji

Kau mawar mekar
menawar lamar
segala lapar

Aku tembikar terbakar
Menguar pasar
Segala tukar

Tersebut, sangkut segala takut;

"Hanyut aku sabut, bak tabut Musa!"

Cairo, 10 April 2010

Friday, April 9, 2010

Sajak: Sedekah Jariyah

Sajak: Sedekah Jariyah

Ahmad David Kholilurrahman

Ada tabung, ada untung
Jangan dihitung,
Belajar lah menanggung
Segala yang buntung,

Di sini, adalah menganyam tikar,
Menyiap bekal amal,
Segala sedekah jariyah

Di sana, adalah mengenyam sadar
Menyiram kekal sesal
Segala taubah nasuha

Singkat segala riwayat
Jika sesat mulakat
Tanpa alamat

Larat segala larat
Karam segala karam

Tak ada awan, tak ada laut
Tiada kawan, tempat berpaut?

Ada gaji segala gaji,
Upah segala tumpah
Pahala segala kedana
Keringat segala ingat
Peluh segala cucur
Rindu segala temu
Hidu segala sudu
Kecup segala kuncup
Peluk segala khusyuk

Tunggu, tunggu, tunggu
Aku terus bertadarus menuju-Mu

Cairo, 10 April 2010

Monday, April 5, 2010

Sajak: Jangan Sekali-kali Hanyutkan Perahu

Sajak: Jangan Sekali-kali Hanyutkan Perahu

Ahmad David Kholilurrahman

Kenapa hanyutkan perahu?

Aku tak pernah menanam dendam
Pada kesepian tepian, semenanjung mancung
Yang diamkan anak-anak kapak
Mengamuk tauke getah?

Kau seranahkan kujur, setumpah darah
Menyangkut bubu, pecah buluh

Memasang tajur menunggu mujur

Ini bukan cerita lukah yang kalah,

Tapi, nasib kita yang pecah
Akan kasihan pada berbalah
Yang tak sudah-sudah

Kenapa hanyutkan perahu?

Aku tak pernah menajam demam
Pada kematian tepian, sepenanggung kampung
Yang geramkan budak-budak lopak
Mengaduk tauge kecambah?

Kau khutbahkan jujur, setempah tegah
Menyulut bisu, lidah lumpuh

Menukang umur menunggu sulur

Ini bukan derita gagah yang lelah?

Kenapa hanyutkan perahu?

Aku tak pernah menikam silam
Pada kematian tepian, segulung ambung
Yang karamkan jejak-jejak retak
Menumpuk konde patah?

Kau tadahkan bilur, sedesah lemah
Menyudut piatu, kilah runtuh

Menantang gugur menunggu hancur

Ini bukan suaka rumah yang ramah

Kenapa hanyutkan perahu?


Cairo, 5 April 2010

Sajak: Daun Pandan, Himpun Tangan

Sajak: Daun Pandan, Himpun Tangan

Ahmad David Kholilurrahman

Akan rindu menyisir rambutku,
berminyak kuyup rendam daun pandan

Tujuh lembar pandan,
Terselip sebalut sapu tangan

Semerah muka komandan
Tersiar dari medan perang,
Memuntah mesiu, merisau peluru

Tercium semerbak wangi wardah
Senyum rebak setanggi syuhada'

Akan silu tergelincir sebutmu,
berbiak sayup demam himpun tangan


Jatuh himpun tangan
Terhimpit selutut satu papan

Sesirah luka komandan
Tersiar dari medan perang
Memuntah mesiu, merisau peluru

Terkulum semarak tinggi marwah
Ranum bijak sesunyi syuhada'

Cairo, 4 April 2010

Sunday, April 4, 2010

Sajak: Alamat Bibir

Sajak: Alamat Bibir

Ahmad David Kholilurrahman


Kalau lah sepecah bibir
Kata tergelincir,

Alamat terusir ke hilir

Yang setajam pedang
Lisan tersarung

Yang sehunjam kelewang
Lisan tersurung

Mengobarkan perang,
Mengibarkan tantang

Adalah setitian lidah
Tak terbelah tujuh

Memanjangkan lancung ke ujian

Memancungkan sanjung ke pujian

Mengobarkan perang
Mengibarkan tantang

Adalah setitian lidah
Tak terbelah tubuh

Kalau lah seramah bibir
Kata terpikir

Alamat terukir ke zikir

Yang sesilam hilang
Lisan termenung

Yang sedalam lubang
Lisan terkurung

Mengabarkan pulang
Mengedarkan pandang

Akan ke mana alamat bibir tersampir?

Cairo, 4 April 2010

Friday, April 2, 2010

Sajak: Pelihara lah Cangkir Bibir

Sajak: Pelihara lah Cangkir Bibir

Ahmad David Kholilurrahman

Pelihara lah cangkir bibir
Yang paling tubir

Agar tak cibir
Sekilah kata
Tuturkan murka

Agar tak usir
Sepisah kota
Hancurkan tenda

Pelihara lah cangkir bibir
Yang paling lipir

Agar tak kikir
Sebelah tangan
Ulurkan sedekah

Agar tak pinggir
Sebilah lengan
Sulurkan jariyah

Pelihara lah cangkir bibir
Yang paling nadir

Agar tak getir
Sepecah bulir
lunturkan kelopak

Agar tak sampir
Setadah butir
Jemurkan almanak

Cairo, 2 April 2010

Sajak: Umpama Cangkir

Sajak: Umpama Cangkir

Ahmad David Kholilurrahman

Umpama cangkir
bibir zikir

Menuang seteguk pikir
Yang entah ke mana berakhir?

Air dalam cangkir
Berbayang-bayang retak
Semula dasar tak tampak
Akan basuh segala kerak
Akan suguh segala tunak

Tuntun turun betis kolam
Ke lubuk malam
Selamkan segala karam
Asin garam
Manis madu
Pahit empedu

Umpama cangkir
bibir zikir

Menukang sepeluk hampir
Yang entah ke mana berdesir?

Air dalam cangkir
Berdayang-dayang lepak
Semula kasar tak marak
Akan luluh segala tamak
Akan suruh segala jinak

Kerumun duyun alis legam
Ke suruk pejam
Silamkan segala geram
Asin garam
Manis madu
Pahit empedu

Cairo, 2 April 2010

Thursday, April 1, 2010

Sajak: Secangkir Bibir

Sajak: Secangkir Bibir

Ahmad David Kholilurrahman

Jika huruf-huruf rekah,
Jadilah bunga semi
Yang mekar
Berkibar-kibar
Sebentang tikar
Wardah
Sepanjang musim

Jika dawat pena tumpah
Jadilah telinga pipi
Yang sadar
Bertukar-tukar
Sebentang kabar
Warkah
Setandang alim

Alis legammu
Yang melengkung sabit
Perigi jantungku yang berdebar-debar
Menyauk bayang-bayang
Airmuka yang terciduk
Bergayung sambut

Belas-belaskan cangkir kasihan
Melipir bibir musafir fakir,
Sampirkan desir balik cadar
Yang berinai, yang bertirai

Tak kutahu mana cangkir dan bibir bergetar zikir?

Cairo, 1 April 2010