musafir fakir di buayan fikir

Di kitab tua panduan pelayaran, termaktub pesan; "Lemak-Manis itu ilmu, Pahit-maung itu rindu..." (Dikutip dari sajak: Perahu Rindu, Ahmad David Kholilurrahman)

Monday, May 31, 2010

Sajak: Syuhada’ Mavi Marmara

Sajak: Syuhada’ Mavi Marmara

Ahmad David Kholilurrahman

Dengan senyum,
kau jemput uluran timang-timang
Kasih-sayang Al-Maut

Setelah kau abaikan dunia seisi
Sekecil tungau seberang lautan,
Bagi penguasa negeri kami,
yang penakut jadi lelaki,
terlihat sebesar gajah di pelupuk mata

Kau bilas-bilaskan
Sepasang tangan
Sesuci wudhu embun

Seberkas cahaya bintang
Mengirim hadiah langit
Sejuk, hangat, manis, madu

Ke Gaza,
Maut menyahut-nyahut syahdu
Seperti rayuan azan
Fajar shadiq

O, Syuhada’ Mavi Marmara

Bulan bersandar
Atas laut pucat

Jalan melamar
Lepas hanyut surat

Cairo, 31 Mei 2010

Sajak: Marvi Marmara

Sajak: Marvi Marmara

Ahmad David Kholilurrahman

O, Gaza
Kau ajar kami
Betapa susahnya ikhlas
Mengalas kaki
Mengulas rambut
Menderas darah
Menguras airmata

Tanpa papan tulis
Dan penghapus
Rumah-rumah sekolah
Setegak payung

O, Mavi Marmara

Mata terjaga
Dalam gelap
Kilat cahaya
Melesat
Menakik
Memekik
Aduii, inikah al-Maut kekasihku?

Ini laut kami,
Yang ikan-ikan jinak
Berenang mencari asin
Agar kering menjadi salai bekal Musa

Tapi, mereka bangun benteng
Memagar tembok di laut kami

“Ini bukan sabtu!”

O, Palestina
Ke mana deras daras
Mengalir bibir dahaga
Akan rindu merdeka
Sepanjang tubuh usia

Kami tak lempar batu,
Batu-batu lah melempar diri
Menjadi angin, debu dan peluru

Ini penghujung musim semi!

Setangkai daun zaitun,
Tercampak dari ujung paruh merpati

O, Mavi Marmara, inikah kelam buta?

Cairo, 31 Mei 2010

Sunday, May 30, 2010

Sajak: Rachel Corrie

Sajak: Rachel Corrie

Ahmad David Kholilurrahman

Maut atau buldoser
Yang mengakhiri hayatmu
Rachel Corrie?

Untuk ratap
Sebuah harap,
O, Palestina

Sebatang zaitun
Yang ranggas
Dan seribu burung
Mengarak parade
Langit Gaza

Sejumput cium
Wangi yasmin

Sekulum harum
Wangi kopi

Cairo, 31 Mei 2010

Tuesday, May 25, 2010

Sajak: Mata Ainun, Kekasihku Habibie

Sajak: Mata Ainun, Kekasihku Habibie

Ahmad David Kholilurrahman


Di mataku, Ainun
Hanya kau Habibie, kekasihku

Ya Habibie, ya Ainun
Berpegangan tangan
Sepanjang jalan
Kenangan

Yang bunga tak hantar harum
Yang payung tak bentang tudung

Di mataku, Ainun
Hanya kau Habibie, kekasihku

Ya Habibie, ya Ainun
Bergandengan lengan
Sepanjang jalan
Perjuangan

Yang salju tak selimut putih
Yang rindu tak sedenyut lirih

Di mataku, Ainun
Hanya kau Habibie, kekasihku

Ya Habibie, ya Ainun
Berpandangan angan
Sepanjang jalan
Perjanjian

Yang kubah istana tak cetuskan maut
Yang tanah Bavaria tak putuskan paut

Ya Habibie, ya Ainun

Cairo, 25 Mei 2010

Terjemahan dalam Bahasa Belanda:

Gedicht: Ogen Ainun, Mijn geliefde Habibie

Geschreven door: Ahmad David Kholilurrahman

Vrije vertaald door: Alia de Ling - Baidhowi


In mijn ogen, Ainun
Jij bent gewoon Habibie, mijn geliefde

Oh Habibie, oh Ainun
Hand in hand vastgehouden
De hele weg lang
In gedachten

Als bloesem geeft het geen reukende geur
Als een paraplu dat niet kan beschermen.

In mijn ogen, Ainun
Jij bent gewoon Habibie, mijn geliefde

Oh Habibie, oh Ainun
Arm in arm geklemd
De hele weg lang
Klaar voor de strijd

Sneeuw maar geen witte deken
Verlangen maar geen een zachtje slag

In mijn ogen, Ainun
Jij bent gewoon Habibie, mijn geliefde

Oh Habibie, oh Ainun
Elkaar gedachten lezend
De hele weg lang
Overeenkomst

De koepel van het paleis verklaart geen sterven
Het land van Beieren besluit zich niet aan te sluiten

Oh Habibie, oh Ainun

Cairo, 25 Mei 2010
Vertaald in Den Haag, 26 mei 2010

*Diterjemahkan oleh: Alia de Ling-Baidhowi (Den Haag, Belanda)

Gedicht: Aalmoes voor de ogen (Sajak: Sepasang Mata Sedekah)

Pengantar:

Sajak ini saya tulis ketika menyimak kabar dukacita wafatnya Bu Hasrie Ainun Habibie, di Ludwig-Maximilians-Universitat, Klinikum Gro`hadern, Munchen, Jerman. Lalu, saya seketika menuangkannya dalam sajak yang ditulis mungkin, hanya dalam waktu barang lima menit.

Lalu, Bu Bambu Ayu (Alia de Ling-Baidhowi) yang bermukim di Belanda tertarik menerjemahkannya ke bahasa Belanda. Dibawah ini, saya sertakan versi terjemahan dan teks aselinya sajak berjudul: Sepasang Mata Sedekah. Saya mencoba menyicip sajak tersebut dalam bahasa terjemahannya! Hehehehhe


Gedicht: Aalmoes voor de ogen

Aan: BJ. Habibie

Geschreven door: Ahmad David Kholilurrahman

Geen kransen of boeketten,
Ik smeek het je,

Om deze koele zacht geurende graf

Geen condoleance teksten
Ik reken er op

Reciteer maar de verzen
Het Gebed van de Profeet
die hij heeft onderwezen aan z’n vrienden

Vanuit Duitsland in de late lente
Habibie treurt ook
Dieper dan de trog
meer dan een zwarte paraplu

Wissel maar de bloemenkrans
Met donaties
Aalmoes

Aalmoes voor de ogen
Tranen druipen
Denken aan de blind
Die tastend door donkere straten gaan

Omdat, hij snuift
geen zoet-geurende
Graven
De bloemen tuinen
Geen zachte koele
Graven
Een kan van zeven waterreservoirs

Zachte koele stromen
Door het goede doel

Zachte geurige wind
Door aalmoezen te geven

Cairo, 24 mei 2010

Vertaald in Den Haag, 24 mei 2010

*Vrije vertaald door: Alia de Ling – Baidhowi

=== Teks aslinya==========

Sajak: Sepasang Mata Sedekah

-Kepada BJ. Habibie

Ahmad David Kholilurrahman

Bukan karangan bunga,
Yang kupinta,

Agar kubur ini sejuk-wangi

Bukan ucapan belasungkawa
Yang kutunggu

Lafalkan saja bait-bait
Doa Tatsbit yang Rasulullah
Ajarkan pada sahabat-sahabatnya

Dari Jerman di penghujung musim semi
Habibie pun berdukacita
Lebih dalam dari palung
lebih hitam dari payung

Tukar saja kalungan bunga
Dengan sumbangan
Sedekah

Sepasang mata sedekah
Menetes airmata
Teringat tuna netra,
Meraba-raba jalan-jalan buta

Sebab, dia hidu
tak harum-wangi
Kubur-kubur
Kembang setaman
Tak sejuk-sejuk
Kubur-kubur
Seceret air tujuh perigi

Mengalir sejuk-dingin
Oleh amal salehah

Semilir harum-wangi
Oleh sedekah jariyah

Cairo, 24 Mei 2010

Sunday, May 23, 2010

Sajak: Sepasang Mata Sedekah

Sajak: Sepasang Mata Sedekah

-Kepada BJ. Habibie

Ahmad David Kholilurrahman

Bukan karangan bunga,
Yang kupinta,

Agar kubur ini sejuk-wangi

Bukan ucapan belasungkawa
Yang kutunggu

Lafalkan saja bait-bait
Doa Tatsbit yang Rasulullah
Ajarkan pada sahabat-sahabatnya

Dari Jerman di penghujung musim semi
Habibie pun berdukacita
Lebih dalam dari palung
lebih hitam dari payung

Tukar saja kalungan bunga
Dengan sumbangan
Sedekah

Sepasang mata sedekah
Menetes airmata
Teringat tuna netra,
Meraba-raba jalan-jalan buta

Sebab, dia hidu
tak harum-wangi
Kubur-kubur
Kembang setaman
Tak sejuk-sejuk
Kubur-kubur
Seceret air tujuh perigi

Mengalir sejuk-dingin
Oleh amal salehah

Semilir harum-wangi
Oleh sedekah jariyah

Cairo, 24 Mei 2010

Wednesday, May 19, 2010

Puisi: Kota Gaza*: Nathalie Handal**

Puisi: Kota Gaza*

Nathalie Handal**

Duduklah di bilik debu di atas katil yang bertilam debu
Dan menunggu kumandang suara muazin.
Irama azan masuk dari tingkap
Dan kupikir setiap lelaki dan perempuan rukuk dalam sholat,

Dan ketakutan mendapat setiap kali pukulan,
kesedihan baru memasuki jiwa diri mereka di tengah anak-anak mereka
berbaris di jalan-jalan seperti orang-orang pesakitan di kamp kematian.
Melangkah menuju tingkap yang rusak dengan kepala sedikit miring dan mencoba bersitatap sekilas
Kota Roh- orang yang tewas yang melewati lubang sempit kuburan mereka

Tangan dan pipi sebelah kananku melawan dinginnya tembok,
Aku menyembunyikan, seperti pelacur malu
Aku menarik jubah biru mudaku begitu keras
Itu air mata, satu sisi tergantung dengan kehidupan semua orang bertahan di sini.
Jari-jemariku tenggelam dalam dagingku
Aku menggaruk sendiri, tiga garis bekas luka dadaku,
Dan melompat di kepalaku tiga agama dan aku bertanya-tanya
Jika tuhan dimakamkan di reruntuhan

Setiap rumah adalah penjara, setiap bilik adalah kandang anjing.
Debke tidak lagi bagian kehidupan, hanya pemakaman
Gaza sedang hamil, tapi tak seorang pun menolong persalinan
Tak ada jalan-jalan, rumah sakit, sekolah-sekolah, bandara, tak ada udara untuk bernapas.

Dan di sini aku di bilik samping tingkap,
Tak sanggup perbuat apa pun, tak berguna.
Andai aku kini di Amerika, aku akan menonton TV
menyimak stasiun CNN mengatakan mendengar permintaan orang "Israel":
Terorisme harus dihentikan.
Di sini setiap apa yang kulihat adalah teror yang disengaja
Anak-anak tidak lagi tahu bahwa mereka adalah anak-anak
Milosevic diajukan ke pengadilan, tapi macam mana dengan Sharon

Akhirnya, aku kenakan pakaianku, aku tegak tercekat depan tingkap
Dan tersedak ludahku, sebagai tembakan senjata dimulai,
dan pesawat tempur F-16 lulus sebagai kebiasaan sehari-hari

*Diterjemahkan dari edisi terjemahan Arab: Madinah Ghaza, DR. Shehab Ghanem, dalam Kumpulan Puisi Terjemahannya: Likay Tursimu Shûratun Thayr wa Qasâidu Ukhrâ min Sharq wa-l Gharb, halaman 159-160.

**Penyair dan penulis drama ini dilahirkan di Haiti (Tahun 1969), tumbuh berkembang di Perancis, Amerika Latin dan New York. Asal-usul keturunan dari Arab (Beitlehm dan Lebanon). Penyandang gelar Magister Bahasa Inggris dan Drama dari London. Menerima anugerah sastra Amerika bergengsi. Puisi ini ditulis tahun 2003.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman).


Gaza City*

I sit in a gray room on a bed with a gray blanket
and wait for the muezzin to stand up.
The chants enter my window and I think of all
those men and women bowing in prayer, fear escaping
them at every stroke, a new sadness entering
their spirit as their children line up in the streets
like prisoners in a death camp.
I walk towards the broken window

my head slightly slanted and try to catch a glimpse
of the city of spirits—those killed
who pass through the narrow opening of their tombs.
My hands and the side of my right face
against the cold wall, I hide like a slut, ashamed.
I pull the collar of my light blue robe so hard
it tears, one side hanging as everyone’s lives hang here.
My fingers sink deep into my flesh,
I scratch myself, three lines scar my chests,
three faiths pound in my head and I wonder
if God is buried in the rubble. Every house is a prison,
every room a dog cage. Debke is no longer part of life,
only funerals are. Gaza is pregnant
with people and no one helps with the labor.
There are no streets, no hospitals, no schools,
no airport, no air to breathe.
And here I am in a room behind a window,
helpless, useless.

In America, I would be watching television
listening to CNN saying the Israelis demand,
terrorism must stop. Here all I see is inflicted terror,
children who no longer know they are children.
Milosevic is put on trail, but what about Sharon?
I finally get dressed, stand directly in front of the window
and choke on my spit as the gun shots start,
the F-16 fighter jets pass in their daily routine.

*Puisi ini dinukil dari: http://www.stationmuseum.com/Made_in_Palestine-Nathalie_Handal/handal.html

Tuesday, May 18, 2010

Puisi: Katyusha, Katyusha*, Sean O'Brien**

Puisi: Katyusha, Katyusha*
(Terinspirasi Dari Serangan Kriminal Zionis Israel Terhadap Gaza tahun 2009)

Sean O'Brien**

Katyusha, katyusha,
Panah api:
Apakah akhirat
Di bawah atau di atas?
Tersedak dalam terowongan
Dengan morfin dan roti
Atau terbakar hangus dalam kecelakaan
Pokok-pokok zaitun terbakar?
Katyusha, katyusha,
Tombak keinginan,
Apakah ada padang rumput hijau
Bunga mawar keberanian di sahara
Atau harus menjadi penjara
Dengan tiang api?
Katyusha, katyusha,
Kubur, atau bunga mawar?
Katyusha, Katyusha
Hanya Tuhan yang mengetahui.

*Diterjemahkan dari judul terjemahan Arab: Katyusha, Katyusha, terjemahan DR. Shehab Ghanem, dalam Kumpulan Puisi Terjemahannya: Likay Tursimu Shûratun Thayr wa Qasâidu Ukhrâ min Sharq wa-l Gharb.

**Penyair dan dramawan Inggris (Lahir tahun 1952). Meraih pelbagai hadiah dan penghargaan penulisan. Antara lain, Eric Gregory Award (1979), Somerset Maugham Award (1984), Northern Rock Foundation Writter's Award Forward Poetry Prize (Best Collection), T. S Eliot Prize- The Drowned Book (2007).

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman).


Katyusha, Katyusha*

Katyusha, Katyusha,
Arrow of fire:
Kingdom Come, is it
Below or above?
Choked in a tunnel
With morphine and bread,
Or charred in the wreck
Of an olive grove?
Katyusha, Katyusha,
Spear of desire,
Are there green pastures,
A brave desert rose,
Or must it be prison
With pillars of flame?
Katyusha, Katyusha,
A grave, or a rose?
Katyusha, Katyusha,
God only knows.

http://www.guardian.co.uk/books/2009/jan/02/katyusha-gaza-israel-poem-sean-obrien




كاتيوشا, كاتيوشا**
(من وحي الهجوم الصهيوني الاجرامي على غزة عام 2009

شون أوبرين*

كاتيوشا, كاتيوشا
سهم النار
أهي الأخرة
تحت او فوق؟
مختنقا في نفق
مع المورفين و الخبز,
أو متفحما في حرش
أشجار زيتون مخترق؟
كاتيوشا كاتيوشا,
حربة الشهوة,
هل توجد مروج خضراء,
وردة شجاعة قي صخراء,
أم هل يجب أن يكون سجنا
بأعمدة من نار؟
كاتيوشا, كاتيوشا
قبر, أم وردة؟
كاتيوشا,كاتيوشا,
ألله وحده يعلم

Saturday, May 15, 2010

Sajak: Al-‘Uzlah

Sajak: Al-‘Uzlah

Ahmad David Kholilurrahman

Sunyikan jiwa
Di gua cinta
Yang buayan
Tak berayun-ayun
Yang belaian
Tak memeluk-meluk
Sekapur-sirih
salam

Menempuh tujuan
Yang tak bercabang

Melayang pandang
Yang tak berbilang

Ke ujung lidah
Gula tak sudu manis
Garam tak sudu asin

Sesapkan raka’at ke bilik sholat
Raka’at mengebat mulakat
Memusat-pasat jihat kiblat

Aduhai
Mulut tak mencuri janji
Telinga tak mencari puji

Cairo, 15 Mei 2010

Friday, May 14, 2010

Syair: Kekasihku*: Nizār Qabbānī**

Pengantar:

Barangkali Puisi-puisi Arab Kontemporer yang paling banyak digubah dalam lagu-lagu kasidah cinta adalah karya Nizar Qabbani. Penyair Arab terkemuka ini lahir di Suriah bernama Nizār Tawfīq Qabbānī lahir di Damaskus, Suriah. (21 Maret 1923-30 April 1998) dari kalangan menengah keluarga pedagang.

Nizār Qabbānī tumbuh di Mi'thnah Al-Shahm, salah-satu kawasan tua Damaskus (Old Damascus). Dia belajar di Sekolah Akademi Ilmiah Nasional di Damaskus antara 1930 dan 1941.

Seorang Diplomat, Penyair dan Penerbit. Puisi-puisinya bergaya paduan sederhana dan elegan. Mengungkapkan daya cinta, erotisme, feminisme, agama dan nasionalisme Arab. Dia salah-satu penyair terkemuka Arab kontemporer. Perihal keseharian kerap-kali mengalir dalam diksi-diksinya yang indah, memesona dan romantis.



حبيبتي

حبيبتي : إن يسألونك عني

يوما، فلا تفكري كثيرا

قولي لهم بكل كبرياء

((... يحبني...يحبني كثيرا ))

صغيرتي : إن عاتبوك يوما

كيف قصصت شعرك الحريرا

وكيف حطمت إناء طيب

من بعدما ربيته شهورا

وكان مثل الصيف في بلادي

يوزع الظلال والعبيرا

قولي لهم: ((أنا قصصت شعري

((... لان من أحبه يحبه قصيرا

أميرتي : إذا معا رقصنا

على الشموع لحننا الأثيرا

وحول البيان في ثوان

وجودنا أشعة ونورا

وظنك الجميع في ذراعي

فراشة تهم أن تطيرا

فواصلي رقصك في هدوء

... واتخذي من أضلعي سريرا

وتمتمي بكل كبرياء:

((... يحبني... يحبني كثيرا ))

حبيبتيي: إن أخبروك أني

لا أملك العبيدا والقصورا

وليس في يدي عقد ماس

به أحيط جيدك الصغيرا

قولي لهم بكل عنفوان

يا حبي الأول والأخيرا

قولي لهم: ((... كفاني

((... بأنه يحبني كثيرا

حبيبتي يا ألف يا حبيبتي

حبي لعينيك أنا كبير

... وسوف يبقى دائما كبير


Syair: Kekasihku*

Nizar Qabbani**


Kekasihku: Jika ada yang bertanya kepadamu tentangku
Suatu hari, jangan rungsingkan amat
Katakan pada mereka dengan penuh bangga
((...Dia mencintaiku.sangat mencintaiku))

Si Mungilku: Jika menegurmu suatu hari kelak
Bagaimana kau memotong rambut suteramu
Bagaimana kau memecahkan guci minyak wangi itu
Setelah kau rawat berbulan-bulan
Dan seperti musim panas di negeriku
Beredaran bebayang dan wewangian
Katakan pada mereka: ((Aku memotong rambutku
Karena orang yang kucintai, suka rambutku dipotong pendek))

Puteriku: Apabila kita menari bersama ditengah
Lilin-lilin untuk lagu-lagu yang dimuliakan
Pada pernyataan dalam detik
Kita adalah sinar dan cahaya

Dan semua orang mengira kau dalam dekapan lenganku
Kupu-kupu terduga hendak terbang
Maka tarianmu berlanjut dalam ketenangan
...Dan aku jadikan tulang rusukku katilmu
Dan aku berkomat-kamit dengan segala kebanggaan:
(( Dia mencintaiku...sangat mencintaiku...)

Kekasihku: Mereka bilang, kalau daku
Tak memiliki budak-budak dan Istana
Dan bukan di tanganku berlian
yang dikalungkan ke leher jenjangmu
Katakan pada mereka dengan segala kekuatan
Wahai cinta pertamaku dan terakhir
Katakan pada mereka: (...Cukup
bahwa dia sangat mencintaiku
Kasihku, O cinta, O kekasihku
Aku suka matamu, ia jadi besar
...dan akan selalu tetap besar

*Diterjemahkan dari judul aselinya: Habibatī, http://www.adab.com/modules.php? name=Sh3er&doWhat=shqas&qid=69055&r=&rc=13

**Penyair Arab Kontemporer terkemuka. Meniti karir diplomasi di beberapa negara. Dikenal sebagai penyair yang memadukan antara cinta dan perlawanan dalam syair-syairnya. Syairnya paling banyak dihapal segala kalangan bangsa Arab. Digubah dalam lagu-lagu yang dinyanyikan beberapa penyanyi Arab terkenal, Abdel Halim Hafiz, Wardah, Shobah, Magda Rumy, Lathifah, Ashala, Kazem As-Saher.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman)

Wednesday, May 12, 2010

Puisi: Tidak Ada Kegelapan Menaburkan Bulan Penyair* (Lam Yahīlû al-Adzalâm 'alâ Qamar as-Syu'arâ)

Pengantar:

Puisi panjang karya penyair Palestina Omar Shabâneh ini adalah kenangannya kepada Penyair Terkemuka Palestina yang sepanjang hidupnya hidup dalam pengusiran dan pengasingan. Jauh dari Tanah Air yang sangat dicintainya. Penyair yang suka merindukan roti, kopi dan sentuhan belaian Ibunya.

Beberapa bait-bait puisi-puisi Mahmoud Darwish pun seperti melintas dalam puisi-puisinya Omar. Bait-bait yang mengakrabkan pada nasib kaum perindu, jauh, terusir dan terasing dari negerinya.

Kepada mendiang Penyair Palestina terkemuka itulah, Omar Shabâneh menghadiahkan puisinya. Aku membacanya dan menerjemahkannya dengan penuh gemetar!


لم يهيلوا الظلام على قمر الشعراء

عمر شبانة - فلسطين

(إلى محمود درويش الغائب الحاضر)


منذ ستين عاما "يرى" كل ما سيجيء
وكنا نرى معه حلمنا وكوابيسنا
منذ ستين عاما
عصافيره في الجليل بلا أجنحة

بعد ستين كأسا تجرعها واحدا واحداً
بين سجن ومنفى
ترجل هذا الفتى
مثل ما يترجل فرسان ملحمة
يذهبون إلى ساحة الموت
كي لا يباغتهم موتهم نائمينْ

منذ ستين أغنية
ظل يرفع مملكة الشعر
في وطن الأنبياء

ويرفع مملكة العشق
في وطن العاشقين المجانين

سار على الماء
من بئر قريته في البنفسج
والزعتر البلدي
وحتى فنادق باريس

سار إلى أمه:
خبزها ودفاتر قهوتها

ساخر خاسر
ساحر
بالغموض يخبئ أنفاسه

أين يذهب هذا المغامر
في رحلة ستطول
وهل عاد عوليس
يسكن أرض الحضارات؟
"أرض البدايات"
أرض القصيدة
أرض الخلودْ

لم يهيلوا الظلام على قمر الشعراء
فهاهو يجلس بين قصائده
ساطعا
يحتسي قهوة العمر ممزوجة بالمزاج الإلهيّ
هاهي أرض قصيدته
ترتوي من نبيذ الإلهات والشعر
كي تمطر الشعرَ في أرضنا شجرا وعصافير
تشعل نارا ونورْ

وأنا من شربت رحيق قصائده
من ثلاثين عاما
أظل أرى شاعرا حاضرا في الغيابْ

وأظل أرى أثرا لفراشته
أتجول في حقله
وسنابل أشعاره
وهو يمضي،
بخفة ظل وحيد،
بضربة نرد،
ونص رماه إلينا
وقال لنا:
أكملوه،
فمن سوف يجرؤ
أن يكمل النص،
نص النصوص،
وأن يضع القافيةْ

سأظل أراه غماما وشعرا
على عرشه في سماء الزمنْ

وأرى في خزائنه ذكريات الدهور
أرى ذكريات الوطنْ

أتذكره في صباح الفنادق
بين صباحات عمان
أذكر قهوته وهو يشكو الزمان
ويشكو برودة هذا المكان وغربته
كان يهذي قرى في فلسطين
يذكر بيروت
يهذي دمشق وبابل، تونس، باريس، والقيروان
وقرطاج،
طنجة، والقاهرة

كان يهذي رماد الفنادقْ
كان يهذي بخمسين عاما من الشعر والأغنيات
كأنْ لم يقل ما أرادْ
- أنت قلتَ الكثير،
أقول له،
أنت قلت الكثير الذي لم يقُلْه سواكْ
• رغم ذاكْ
فأنا لم أقُلْ ما أريدْ
لم اقل قصتي
لم أقل رحلتي
لم أقل غير بيت صغير عن الأم
قلت الكثير عن الموت
لكنني لم أقل غير سطر قصير عن الحب

لا.. لم أقل غير بعض الذي كنت أرغب في قوله
لم أقل غير بيت صغير من الملحمةْ

كان ملحمة من ملاحمنا
ظلّ يطلب صدرا ليرضعه من حليب البلادْ

ومضى ليقيم، وحيدا، طقوس روايته الخالدةْ
وليكتب، في كهفه الأبديّ، نشيد الأناشيد
حتى يقول حكايته، وحكايتنا، مرة واحدة

Puisi: Tidak Ada Kegelapan Menaburkan Bulan Penyair*
(Lam Yahīlû al-Adzalâm 'alâ Qamar as-Syu'arâ)


Omar Shabâneh**

(Kepada Mahmoud Darwish yang kini tiada)

Sejak enam puluh tahun "Melihat" semuanya akan datang
Kita melihat mimpinya dan mimpi buruk
Sejak enam puluh tahun
Burung-burungnya di Galilea tanpa sayap

Setelah enam puluh piala berpisah satu persatu
antara penjara dan pengasingan
punya anak ini
seperti tak turunnya epos ksatria
pergi ke gelanggang kematian
Agar mereka tak terkejut kematiannya orang-orang tertidur

Sejak enam puluh lagu
senantiasa mengangkat Kerajaan Syair
di Tanah Para Nabi

Dan mengangkat Kerajaan Cinta
Di Tanah Air para pecinta gila

Mengalir air
dari perigi kampung di Ungu
Kotapraja Thyme
Hingga hotel-hotel Paris

Mengalir ke Ibunya
Rotinya dan buku-buku kopinya

Kalah sinis
Penyihir
dengan kemenduaan bersembunyi nafas-nafas

Kemana pergi pengembara itu
Dalam kembara akan bertahan lebih lama
Apakah Uliysses kembali
Berdiam di Negeri Peradaban
"Tanah Permulaan"
"Tanah Puisi"
"Tanah Keabadian"

Tidak menaburkan kegelapan pada Bulan Penyair
Berikut ini adalah duduk di antara puisi-puisinya
cerah
Menghirup aroma kopi usia bercampur resa Ilahi
berikut adalah Tanah puisinya
Dewi mengairi anggur dan penyair
Agar menghujani puisi di tanah kami pokok kayu dan burung-burung
Menyalakan api dan cahaya

Dan aku minum sari puisinya
Dari tiga puluh tahun
Aku terus melihat penyair ada dalam ketiadaan

Aku terus melihat bekas kupu-kupunya
Berjalan-jalan di ladangnya
dan mayang-mayang puisinya
Dia telah pergi
dengan ringan sendiri,
dengan serangan menanggapi,
Dan teks melempar kami
Dia mengatakan kepada kami:
Sempurnakan lah dia,
Ini akan berani
Melengkapi teks,
teksnya teks
Dan untuk menaruh rima

Aku akan melihat awan dan puisi
di 'Arasynya langit zaman

Dan aku lihat dalam kesedihannya kenangan dari abad
aku lihat kenangan Tanah Air

Terkenang di pagi hotel
Pagi antara Amman
Terkenang kopinya dan dia mengeluh waktu
Mengeluh kedinginan tempat ini dan mengasingkan
Apakah kampung mengoceh di Palestina
Terkenang Beirut
Mengoceh Damaskus, Babel, Tunisia, Paris, Kairouan
Carthage,
Tangier, dan Kairo

Apakah debu mengoceh di hotel
Apakah mengoceh lima puluh tahun puisi dan lagu-lagu
Meskipun tak mengatakan apa yang diinginkannya
-Kau bilang banyak,
Aku bilang padanya,
.Meskipun ini
Aku tidak mengatakan apa yang kuinginkan
Tidak mengatakan ceritaku
Tidak mengatakan perjalananku
Tidak mengatakan selain rumah kecil dari Ibu
Aku berkata banyak tentang kematian
Tetapi aku tidak mengatakan selain garis pendek tentang cinta

Jangan...Aku tidak mengatakan selain sebagian apa yang kusuka ucapannya
Aku tidak mengatakan selain rumah kecil epos

Adalah epos dari epos kami
Selalu meminta untuk menyusuinya dari susu negara

Dia melanjutkan hidup, sendirian, ritual romannya Abadi
Dan menulis, di guanya yang kekal, lagu-lagu
Jadi menceritakan kisahnya, kisah kami, sekali lagi

*Diterjemahkan dari laman: http://arabicnadwah.com/arabpoets/darwish-shabana.htm.

**Omar Shabaneh adalah penyair dan pujangga Palestina

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman).

Monday, May 10, 2010

Puisi-Puisi Omar Shabâneh*

1. Malam Hari Raya (Laylat al-I'ed)

Pada malam hari raya terakhir
Aku memutuskan berjalan bergembira
Aku berjalan
Aku berjalan
Mempengaruhi jalan atau membaca
Aku berkata: Menjelang berakhir
Aku berkata: Andai aku menyiapkan hidanganku
Tetapi daku tertidur sekejap
ke samping kesedihan
Dimana suara lonceng dan cangkir memukuli kepala dari lima puluh tahun

2. Hurûb (Perang)

Tubuh ini jembatan
menuju ruh
Ruh membawanya
Naik dalam perang
kepada telepon di langit

Jembatan antara ruh
Tubuh yang runtuh

Ruh diantara tubuh
Jembatan yang runtuh

Tubuh di antara jembatan
Dan ruh yang berliris

3- Shirâ' (Pertembungan)

Ruh itu kembali mengadu
dari perjalanan jasad yang pemalas
Tubuh mengadu perjalanan ruh yang menjemukan

Berapa lama gelombang dibawah tubuh
Dan berapa lama badai-badai atas ruh pemalas

Aku harus menukar tubuh setiap hari
Aku harus menjadi hari yang semangat

Aku harus menjadi bersama keduanya
Di gelanggang kehidupan yang singkat

4-Kilau untuk Debu (Wahj lil-Rumâd)

Tempat ini asing
Aku sendiri dan sendirian
Lima puluh jiwa menjadi
Menjadi Ratusan
Ribuan
Setelah ratusan abad
Dia menunjukkan aku di dada
Kerajaan bagi debu

Aku mencari apa-apa yang tersisa
dari mimpi
Pada kurma "Keramat"
Pada batang zaitun
Aku bersembunyi di antara pertembungan kertas
Tak kutemukan selain kilau debu

5- Pedang Waktu (Saifun li-az-Zamân)

Tatkala kita bertemu:

*Apakah kamu Omar?
-dengan dagingku,minyakku dan tulangku

*Tetapi?
-Tiga puluh tahun berlalu, O Rafiq

Setelah dua puluh tahun
Aku kembali ke Universitas
Anak-anak cemerlang

Dan abad-abad membisu mengikutiku

6- Tersisa (Mâ Tabqâ)

Dua puluh tahun di Utusan...
Lima puluh tahun di bar
Enam puluh tahun di stasiun Kereta Api
Ribuan tahun di bandara ibukota-ibukota
Berapa tersisa bagiku??
Kapan?

*Al-Hawâriyyu: Utusan, murid, pengikut (Red. Penerjemah)*

*Diterjemahkan dari Puisi-Puisi (Qasâid) Omar Shabâneh, Penyair Palestina. Majalah Dubai Ath-Thaqafiya, Tahun ke-6, No 60, Mei (Ayar) 2010, Halaman 78.

**Penerjemah (Ahmad David Kholilurrahman).

Sajak: Takziah

Sajak: Takziah

Ahmad David Kholilurrahman

-Kepada Bang Sutardji Calzoum Bachri

Di puncak kening Emak,
kau sujudkan rindu
belaikan doa paling syahdu
anak-anak sungai melimpah airmata
tak tertampung tujuh muara?

Cairo, 10 Mei 2010

Sunday, May 9, 2010

Puisi: Pagi*: Ernesto Cardenal**

Pengantar:

Puisi karya penyair dan pastor Nicaragua, Ernesto Cardenal, awalnya saya terjemahkan dari edisi bahasa Arab. Karena saya 'kesulitan' menemukan makna dari larik terakhirnya. Telah menghantarkan saya merujuk judul dalam bahasa aselinya: LA MAÑANITA. Mencari padanan larik terakhirnya yang bikin saya macam 'cari kutu' dalam kamus. Hahahahahha

Memang benar, bahasa Spanyol sangat melodius, berirama dan molek sedap di telinga. Apalagi menjelma dalam Poema y el Poesia! Hahahahaha

*Ya Allah, berikan lah kesempatanku mempelajari bahasa ini, suatu ketika kelak! Amin.



Edisi bahasa Spanyol, dinukil dari http://www.alianzabolivariana.org/pdf/cardenal_poemas.pdf

LA MAÑANITA

Hermano, amaneció. Mirá.
Ahora podemos ver ya el volcán Masaya
y su humo
saliendo del cráter, y la laguna, verde, de Masaya,
más allá la laguna de Apoyo, muy azul,
las Sierras, y serranías de color cielo
hasta la lejanía, la verdad es
que nuestra tierra es de color de cielo,
más lejos, ¿lo ves? el Pacífico,
casi puro cielo bajo el cielo, la verdad es
que estamos en el cielo y no lo sabemos,
mirá, del otro lado el lago de Managua y el Momotombo
junto al agua como
un triángulo de lago levantado o
una pirámide de cielo.
Todo esto desde antes estaba allí
pero una oscura noche lo cubría,
y no se veía. La noche de las tentaciones.
Cada uno tenía su tentación.
La tentación del falso amanecer que aún no podía ser.
El yacer en una cama en plena noche soñando que es el amanecer.
Ahora sí fue el amanecer, Pancho Nicaragua,
todo está iluminado
alrededor de este rancho.
La tierra y el agua. Lo podés ver.
Y en aquella casita oigo cantar:
“Qué alegre y fresca
la mañanita”.


Puisi: Pagi*

Ernesto cardenal**

Telah tiba fajar wahai saudaraku. Tengok.
Sekarang kita sudah bisa melihat Gunung Berapi "Masaya"
Asapnya naik dari mulut gunung berapi,
Dan danau "Masaya", hijau warnanya,
Dan kejauhan danau "Apoyo" sangat biru,
Pegunungan "Sierra", rangkaian pegunungan,
dengan warna biru langit di kejauhan,
Memang bumi kita dengan warna langit.
Dan jarak lebih besar, apakah kamu melihat?...Samudera Pasifik,
Hampir biru bersih di bawah langit.
Memang kita hidup di surga akan tetapi kita tak mengetahui demikian,
Tengok, pada sisi lain dari danau "Managua" dan "Momotombo"
di samping perairan
Seperti segitiga air naik dari danau
atau piramid surgawi

Di sini segalanya telah ada sebelumnya
tetapi diselaputi kegelapan malam,
Tak dapat melihatnya. Malam godaan.
Setiap seseorang dari kami terkena godaan
Godaan Fajar Kazib yang tak dapat dicapai.

Dia telentang atas katilnya di hitam pekat malam dan dia sedang bermimpi fajar itu.
Kini iya, telah tiba fajar, "Pancho Nicaragua",
Segala sesuatu telah menyalakan sekitar gubuk ini,
Tanah dan Air. Apa yang Anda bisa melihat
Juga di rumah kecil, aku mendengar mereka bernyanyi:
Bagaimana sukacita dan segar
Pagi-pagi

*Diterjemahkan dari edisi bahasa Arab: Ash-Shobah, terjemahan penyair dan penerjemah Uni Emirat Arab, DR. Shehab Ghanem, Majalah Dubai At-Thaqafiya, tahun ke-6, edisi 60, Mei (Ayaar) 2010, Hal 108.

**Penyair dan Pastor Katolik Nicaragua, Ernesto Cardenal lahir kalangan atas di Granada, Nicaragua, tahun 1925. Belajar sastra di Managua dan dari tahun 1942-1946 di Mexico. Tahun 1950 kembali ke Nicaragua, dia ikut serta dalam "Revolusi April" 1954 melawan Anastasio Somoza García. Kudeta itu gagal dan berakhir dengan kematian beberapa pembantunya. Dia seorang Marxis yang membela kaum kecil dan tertindas.

Dia pendukung gerakan Sandistan Kiri melawan Samoza. Dilantik sebagai Menteri Kebudayaan pertama. Mengundurkan diri dari partainya tahun 1995. Dia juga pendiri dan Presiden Kehormatan Yayasan Sastra Budaya di Nicaragua. Menulis puisi-puisi dalam bahasa Spanyol, termasuk sastrawan terkemuka Amerika Latin sekarang ini. Kini berusia 85 Tahun.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman)

Saturday, May 8, 2010

Puisi: Cinta Ini*: Jacques Prévert**

هذا الحب*

جاك بريفير**

هذا الحب
المتقد جدا, الهش جدا, الحنون جدا, الممتنع جدا,
هذا الحب جميل كالهار,
وسيئى كالوقت, حين يكون الوقت سيئا
هذا الحب حقيقي جدا
هذا الحب جميل جدا
سعيد جدا, فرح جدا, وهازىء جدا
مر تجف من الخوف كطفل في الظلام
وواثق جدا من نفسه كرجل عجوز في المنتسف الليل
هذا الحب الذي يخيف الآخرين
والذي يجعلهم يتكلمون, ويجعلهم يشحبون
هذا الحب المتربص به
لأننا نترصده:
ملاحقا ومجروحا ومداسا ومنكرا ومنسبا
لأننا ملاحقون ومجروحون ومداسون ومنكرون
ومنسيون
هذا الحب بكامله
ما زال حيا جدا
ومشمسا بالكامل
انه لك
انه لي
ذاك الذي كان دون أن يتغير
حقيقيا جدا كعشب
مرتجفا جدا كعصفور
حار جدا وحيويا جدا كالصيف
نستطبع نحن الاثنين
أن نذهب ونعود
نستطيع أن ننسى
يرقدنا
يصحينا
يؤلمنا
يشيخنا
يجعلنا ننام مجددا حالمين بالموت
يوقظنا مبتسمين
ونضحك ونتجدد
حبنا يبقي هناك
عنيدا كجواد رديء
حيا كالرغبة, قاسيا كالذاكرة
أحمق كالاعتذارت
حنونا كذكرى, باردا كالرخام
جميلا كالنهار, هشا كطفل
ينظرنا مبتسما
وبكلمنا دون أن يقول شيئا
وأنا أصغي مرتعشا
وأصرخ
أصرخ لأجلك
لأجلي
أتوسل لك
لأجلك ولأجلي
ولاجل كل من يتحابون
أصرخ له
لأجلك ولأجلي ولأجل كل الآخرين الذين لا أعرفهم
ابق هناك, هناك حيث أنت
هناك حيث كنت سابقا
ابق هناك, لا تتحرك
لا تذهب من هناك
نحن الذي أحببنا, ونحن الذي ننسياك
لا تنسنا, نحن لا نملك سواك على الأرض
لا تتركنا نغدو باردين
الكثير من البعد دائما وفي كل مكان
أعطينا اشارة الحياة
الكثير من التأخر في زاوية من الخشب في غابة
الذاكرة
انبثق فجأة وخلصنا



Cinta Ini*

Jacques Prévert**

Cinta ini
Berapi-rapi sangat, rapuh sangat, iba sangat, lalai sangat,
Cinta ini molek seperti siang,
seperti waktu dan buruk, ketika itu buruk
cinta ini nyata sangat
cinta ini molek sangat
Bahagia sangat, riang-gembira sangat,dan mengejek sangat
malu-malu dalam ketakutan seperti kanak dalam kegelapan
dan percaya diri sangat dengan dirinya seperti lelaki tua di tengah malam
cinta ini yang ketakutan dengan yang lain
yang membuat mereka berbicara, dan membuat mereka pucat-pasi
cinta ini penyergapan dia
karena kita telah mengintipnya;
dicari, dilukai, diinjak-injak, dan yang jahat dan dilupakan
Karena kami dianiaya, dilukai, dijahati, dan dilupakan
Cinta ini dengan keseluruhannya
apakah masih hidup juga
cerah sepenuhnya
itu milikmu
itu milikku
Itu yang tanpa perubahan
nyata sangat seperti rumput
malu-malu sangat seperti burung
bebas sangat, sangat penting seperti musim panas
dapatkah kami berdua
pergi dan kembali
Kami tidak dapat melupakan
kami berbaring
kami berteriak
ini menyakitkan kami
ini menuakan kami

kami tidur bermimpi lagi dengan kematian
membangunkan kami dengan tersenyum
dan tertawa dan memperbarui
cinta kami tetap ada
keras kepala seperti kuda liar
hidup seperti keinginan, kasar seperti memori
bodoh seperti peringatan, dingin seperti pualam
molek seperti siang, rapuh seperti bayi
depan kami sambil tersenyum
dan berbicara kepada kita tanpa mengucapkan sesuatu pun
Aku mendengar bergetar
Dan berteriak
Menjerit untuk kamu
Untuk aku
Aku mohon
untuk kamu dan untuk aku
dan untuk semua mencintai satu
berteriak untuknya
untuk kamu dan untuk aku dan untuk selainnya yang tak mengenal mereka
Tinggal, dimana kau berada di sana
Ada di mana kau sebelumnya
Tetap ada, jangan bergerak
jangan pergi dari sana
Kami yang saling mencintai, dan kami yang melupakan
kami tak boleh lupa, kami tak memiliki engkau di tanah
kami seharusnya tak meninggalkan orang-orang kedinginan
banyak dimensi, selalu dan di mana-mana
beri kami tanda kehidupan
Banyak keterlambatan di sudut kayu di hutan
Ingatan
muncul tiba-tiba dan menyimpulkan

*Diterjemahkan dari edisi terjemahan Arab: Hadza al-Hubb (Cet Amour), oleh Enaana as-Shaleh, Penyair dan Penerjemah Suriah, Majalah Dubai Al-Thaqafiya, tahun 6, No: 60, Mei (Ayaar) 2010, Halaman 106-107.

**Jacques Prévert, Penyair besar Perancis. (Lahir tahun 1900-1977). Puisi-puisinya dinyanyikan, khususnya dalam Antologi puisinya; (Mots-clés, 1946) untuk posisi bias kaum miskin dan tertindas. Dinyanyikan dengan cinta dan keindahan hidup, dituliskan untuk kalangan tua-muda, untuk teater, dia seorang Komponis Musik, penulis film, belajar dari jalanan dan kehidupan lebih banyak daripada bangku sekolah. Wafat tahun 1977.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman).

Friday, May 7, 2010

Puisi: Maut*: Dalvina Ghaldarasiba**

Bagaimana gadis muda Argentina itu menangkap isyarat kematian dalam puisinya yang ditulis pada tahun 1998. Pada usianya yang delapan tahun. Atau delapan tahun sebelum kematiannya yang tragis menjemput.

O, Dalvina, aku menerjemahkan puisimu dengan tetesan airmata. Andai suatu ketika kelak, aku berjumpa puisimu dalam bahasa Ibumu, Spanyol!

Karena seorang ibu, pembaca terjemahanku atas puisimu, telah memintaku menghadirkan satu terjemahan puisimu yang kau tujukan kepada ibumu sendiri.


Puisi: Maut*

Dalvina Ghaldarasiba**

Bulan akan kembali
Untuk mengkonversi antara aku dan kematian
Siapa yang akan datang besok pada jam pertama hari itu
Aku ingin melihat daun pertama gugur
Bangkit
Diam
Mati
Hidup
Rugi
Untung

Aku tak tahu siapa diantara mereka
Aku tak tahu
Aku tak tahu siang
Tak tahu malam
Tapi ada sesuatu yang aku tahu
Malam botak
Siang cemerlang
Kamar tanpa sayap
Kecupan tanpa mulut
Kecupan cinta setengah mati
Wahai Ibuku
Di mana siang dan malam, botak

*Diterjemahkan dari pengantar dan terjemahan edisi Arab: Al-Maut, oleh al-Mahde Akhref, Rubrik Bustan, Akhbar al-Adab, edisi 873, 26 Rabi'ul Awwal 1431 H/ 11 April 2010, hal 16).

**Penyair remaja berbakat dari Argentina yang wafat dalam usia muda 16 tahun.

(***Penerjemah Ahmad David Kholilurrahman)

Thursday, May 6, 2010

Puisi: Jika Aku Hidup Untuk Mati* Dalvina Ghaldirasiba

Pengantar:

Namanya, Dalvina Ghaldirasiba (Lahir 21 September 1990-wafat tahun 2006). Dia gadis muda berambut pirang. Berwajah cerah-ceria, secerah matahari musim semi. Penyair remaja berbakat dari Argentina. Sayang dalam usia remaja dia mati muda. Pada sebuah peristiwa kecelakan tragis bersama 16 kawan-kawan sekolahannya, sepulang dari kawasan wisata CHACO, Argentina.

Pada usia 8 tahun, puisi-puisinya yang ditulis dalam bahasa Ibunya, Spanyol diterbitkan "LA FLOR". Tahun 2002, kumpulan puisi-puisinya dimuat Majalah Puisi "LA GUILLOTINA". Memenangi pelbagai anugerah hadiah puisi di tingkat Sekolah Menengah. Klub Laut "SAN ISIDRO. Mengikuti pembacaan puisi di Rumah Puisi di SAR MARTIN TEATRO. Setahun selepas kematiannya, kumpulan puisi-puisinya diterbitkan sebanyak 170 Halaman.


ان عشت أموت

دلفينا غولد راسيبا


ان أمسكت بيدك
فلأنني أحبك

ان فضلتك على الأخرى
فلأنك جميلة

ان نظرت الى عينيك
فلأنني أحبك

ان غنيت تلك أغنية
فلأنها جميلة

ان كنت أفعل ما لا ينبغي
فلأنني "غا وية " مشاكل

ان بكيت وحيدة في ركن
وبقيت مع أحزان قلبي
فلأنني بحا جة الى أحد ما..

ان لم أنظر الى الساعة
فلأنه لا تحرج لدى



Puisi: Jika Aku Hidup Untuk Mati*

Dalvina Ghaldirasiba**

Jika memegang tanganmu
hal ini karena aku mencintaimu

jika keutamaanmu dari yang lain
karena kau cantik

jika aku memandang matamu
karena aku mencintaimu

Apabila aku berlagu ketika bernyanyi
karena dia cantik

Jika kau melakukan apa yang aku tidak boleh
hal ini karena aku "disesatkan" masalah

Jika aku menangis sendirian di pojok
aku tinggal bersama kesedihan hatiku
hal ini karena aku memerlukan seseorang...

itu tak melihat jam
karena dia tak membuat malu bagiku

*Diterjemahkan dari terjemahan edis Arab; In 'Asyat Amuut, Akhbar al-Adab, edisi 873, 26 Rabi'ul Awwal 1431 H/11 April 2010, rubrik Al-Bustan, hal 17.
Serangkaian puisi-puisinya yang kuterjemahkan dari bahasa Arab, akan kukirimkan ke sebuah Majalah Budaya Terkemuka di Pekan Baru, Riau. Tunggu saja, ya? Hehehehe

**Penyair remaja puteri Argentina Modern yang berbakat.

***(Ahmad David Kholilurrahman)

Monday, May 3, 2010

Syair: Aku Rindu Roti Ibuku*: Mahmoud Darwish**

Pengantar:
Syair (Puisi): Ahennu Ilaa Khubzi Ummi, karya Mahmoud Darwish. Adalah sebuah syair yang sangat terkenal. Pada ibunya, Umm Mahmoud Darwish, penyair besar ini memahat kerinduannya. Juga perlambang bagi kerinduan penyair kepada 'ibunegeri'-nya; Palestina.

Dalam tiga larik pembuka syairnya, Penyair besar ini menyebut kata 'Ummi' sampai tiga kali. Bukan dengan menyampirkan dhamir hiya (dia perempuan) saja. Bukan ini sangat bersesuai dengan Hadist Habibuna Musthafa Shallahu 'Alahi wa Sallam;" Ummak, Ummak, Ummak....(Ibumu, ibumu, ibumu)".

Kedua, dari judul saja, Penyair Palestina ini sengaja memilih kata; Ahennu; kerinduan berselimutkan/beralaskan cinta. Berbeda dengan, misalnya, al-hubb atawa al-'isyq. Dan begitu dalam kandungan dan rahasia kedalaman nilai al-fashahah wa-l balaghah bahasa Arab. SubhanAllah!


Sungguh, aku belum puas dengan kualitas terjemahanku. Namun, aku mengait-ingat dengan kenangan dan ingatan abang sepupuku pada emaknya, yang berpulang setahun lalu ke rahmatullah. Sosok yang juga sangat aku muliakan, selain emak dan bapakku. Kepada abang sepupuku itulah, terjemahan sederhana ini aku persembahkan. Selamat menyimak!

أحنُ إلى خبز أمي

أحنُ إلى خبز أمي
وقهوةِ أمي
ولمسةِ أمي ..

وتكبر فيَّ الطفولةُ
يوماً على صدر يومِ
و أعشق عمري لأني
إذا متُّ
أخجل من دمع أمي !

خذيني .. إذا عدتُ يوماً
وشاحاً لهدبكْ
وغطي عظامي بعشبٍ
تعمَّد من طهر كعبكْ
وشدِّي وثاقي..
بخصلة شعرٍ ..
بخيطٍ يلوِّح في ذيل ثوبك..
عساني أصيرُ إلهًا

إلهًا أصير ..

إذا ما لمستُ قرارة قلبك !

ضعيني إذا مارجعتُ
وقودا بتنور ناركْ
وحبل غسيل على سطح داركْ
لأني فقدت الوقوف
بدون صلاةِ نهاركْ

هرمتُ فردّي نجوم الطفولة
حتى اشاركْ
صغار العصافير ..
درب الرجوع ..
لعُشِّ إنتظارك !!



Syair: Aku Rindu Roti Ibuku*

Mahmoud Darwish**

Aku rindu roti Ibuku
Dan kopi ibuku
Dan sentuhan ibuku…

Dan tumbuh dimasa kanak-kanak
Dikeluarkan pada hari
Dan aku mencintai hidupku, karena daku
Apabila mati
Aku malu airmata ibuku!

Bawa lah daku....apabila kau kembali suatu hari
Dan syal bulu matamu
Menutupi tulangku dengan rumput
Diberkati dari suci tumitmu
Dan menarikku terikat
Jalinan rambut
benang yang menjuntai di balik jubahmu
‘Asani, aku menjadi dewa

Aku menjadi dewa...

Jika aku merasa jauh di hatimu!

Letakkan daku jika tak dikembalikan
Bahan bakar yang menyalakan apimu
Tali cucian atas sutuh rumahmu
Karena aku kehilangan berdiri
Tanpa doa siangmu
Bosan tunggal bintang kanak-kanak
Jadi aku berbagi
Burung-burung kecil...
Kembali jejak..
Sarang menunggu untuk kamu

*Diterjemahkan dari Syair: Ahennu Ilaa Khubzi Ummi

**Penyair dan penulis terkemuka Palestina, Lahir di Al-Birwa, Akka (Galilee) (13 Maret 1941-9 Agustus 2008). Berkali-kali dijebloskan dalam jeruji penjara Israel, lantaran Syair-syair perlawanan dan perjuangan membela hak bangsa Palestina.

***(Penerjemah: Ahmad David Kholilurrahman)

Sajak: Lantak lah, Situ!

Sajak: Lantak lah, Situ!

Ahmad David Kholilurrahman

Kau curi Bahtera Nuh
Yang kucari
Sebelum
Hutan-hutan
Hanyut
Mulut
Gergasi

Kau retak segala janji
Terlepak
Segala
Budak
Lasak
Lantak lah, situ!

Kau curi kapak Ibrahim
Yang kucari
Sebelum
Denyut
Nyeri
Nadi
Sunyi

Kau serak segala duri
Terpijak
Segala
Jejak
Tapak
Lantak lah, situ!

Kau curi tangan Khidr
Yang kucari
Sebelum
Raja-raja
Kuasa
Tumbuh
Lalim

Kau capak segala budi
Terlemak
Segala
Bijak
Tunak
Lantak lah, situ!

Cairo, 3 Mei 2010

Ada sajak-sajakku di Majalah Sastra Horison, edisi Mei 2010!

Assalamu'alaikum wr wb.

Ada sajak-sajakku di Majalah Sastra Horison, edisi Mei 2010!

Sunday, May 2, 2010

Sajak: Gergasi

Sajak: Gergasi

Ahmad David Kholilurrahman

Nak kutempah Bahtera Nuh
Yang berlayar banjir raya
Sedang kayu-kayu
Di hutan-hutan
Lesap
Dihisap
Gergasi

Nak kucari kapak Ibrahim,
Yang menetak tampung
Kepala-kepala berhala
Batu-batu
Tersisa
Satu
Satu
bisu

Nak kucari tangan Khidr
Yang menebuk perahu
Sedang anak-anak itu
Punya
Raja
Tuna kuasa
Lalim
Luar biasa

O, segala langkah
Ayunkan
Kaki
Yang bukan lembah turun
Yang bukan ngarai terjun

Duri-duri berserak sepanjang jalan
Dari lidah bercabang duri
Dari mulut berkembang duri
Dari mata berpandang duri
Dari tangan berpegang duri
Dari kaki bertunjang duri

Dimana bahtera Nuh, kapak Ibrahim dan tangan Khidr?

Cairo, 2 Mei 2010